PRODUKSI MINYAK Mentah Indonesia Turun 30% Pada 2020

Bisnis.com,30 Jan 2013, 03:37 WIB
Penulis: News Editor

JAKARTA: Produksi minyak mentah Indonesia akan turun 30% pada 2020. Pasalnya, sumber dan sumur minyak di Indonesia sudah sangat tua dan segera habis.

"Pemerintah perlu mengimplementasikan teknologi enhance oil recovery (EOR), sehingga sumur-sumur yang sudah tua bisa diinject lagi," ujar Montty Giarianny, Direktur SDE, Mineral, dan Pertambangan Bappenas, Selasa (29/1).

EOR adalah suatu teknologi untuk meningkatkan jumlah minyak mentah yang dapat digali dari ladang minyak atau disebut sebagai pemulihan secara tersier.

Bambang Ismanto, Ketua Ikatan Ahli Perminyakan Indonesia (IATMI), mengatakan pemerintah dapat mengupayakan 2 hal sebagai langkah untuk meminimalisir anjloknya produksi minyak mentah yaitu mempertahankan produksi yang sudah ada dan eksplorasi.

Menurutnya, pemerintah dapat mempertahankan produksi minyak mentah yang sudah ada, khususnya mendongrak pemboran minyak sebesar-besarnya dan work over.

“Pemboran yang banyak ribuan atau ratusan sumur, dan juga work over  yaitu memperbaiki sumur-sumur yang sudah ada yang perlu dipelihar, diganti pipanya, dan dilubangi lagi. Itu program-program yang diilakukan harus agresif,” ujarnya.

Sementara itu, dia mengatakan pemerintah perlu melakukan eksplorasi pengeboran untuk menemukan cadangan minyak baru.

“Yang lebih besar lagi adalah explorasi. Itu kuncinya kalau kita mau dapat lebih besar dari eksplorasi, karena idealnya suatu cadangan yang kita produksi hari ini bisa kita ganti dengan menemukan cadangan baru,” jelasnya.

Dia menegaskan eksplorasi hanya bisa dilakukan apabila ada investor yang berinvestasi di dalam eksplorasi minyak mengingat industri minyak tersebut berisiko tinggi.

Dia menambahkan pemerintah juga perlu mengupayakan perbaikan fasilitas sehingga program-program pemeliharaan fasilitas tidak banyak mengalami downtime sehingga uptime tetap terjaga tinggi.

Namun, lanjutnya, masih terdapat banyak hambatan dalam mengimplementasikan upaya tersebut yaitu hambatan pelaksanaan di lapangan dan hambatan teknis.

Hambatan pelaksanaan di lapangan tersebut antara lain masalah perizinan yang menyangkut perizinan tumpang tindih lahan, masalah pengadaan lahan untuk mengebor minyak dan gas, maupun overlapping kehutanan, batu bara dan kelapa sawit.

“Hambatan tumpang tindih dengan kehutanan, batu bara, dan kelapa sawit yang ada di daerah terutama lapangan-lapangan yang sifatnya offshore. Kalau itu bisa diselesaikan dengan cepat, saya kira sudah cukup bagus,” jelasnya.(bas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Bambang Supriyanto
Terkini