Midas tentu bukan seorang bodoh. Doanya agar setiap benda yang disentuhnya berubah menjadi emas menunjukkan bahwa dia faham betul kalau emas memiliki nilai tinggi.
Namun boleh jadi pelajaran ilmu ekonominya tidak lengkap, sehingga dia lupa bahwa suatu benda itu akan memiliki nlai ekonomis apabila benda tersebut langka (scarce). Pelajaran yang tak lengkap itu harus dibayarnya dengan mahal, tidak dalam bentuk material, tapi dalam bentuk luka psikologis yang amat dalam.
Pada tahap awal, ketika dia menyentuh setangkai kembang dan kembang itu berubah menjadi emas, Midas masih menikmati kegembiraan. Begitu juga ketika vas bunga yang disentuhnya, pada giliran berikut, berubah menjadi emas, hatinya masih berbunga.
Namun ketika sepotong roti yang merupakan santapan paginya berubah menjadi emas, dia mulai cemas. Dia mulai menyadari bahwa roti, dalam situasi Midas, lebih berharga dari emas. Kulminasi terjadi ketika puteri tercinta Marygold yang diciumnya tersihir menjadi patung emas. Karunia tiba tiba menjadi kutukan pedih.
Ekonom belajar dari Midas. Suatu benda akan berharga tinggi apabila benda itu langka. Ilmu ekonomi pada akhirnya adalah ilmu tentang kelangkaan. Menyiasati kelangkaan, dan - anehnya - berusaha menciptakan kelangkaan! Dalam definisi klasik Lionel Robbin (1932) ilmu ekonomi disebutnya sebagai "the science which studies human behavior as a relationship between ends and scarce means which have alternative uses."
BRA MARILYN MONROE
Harap dicatat bahwa langka tidak semata-mata berarti kurang pasokan. Langka adalah apabila jumlah pasokan lebih kecil dari kebutuhan atau permintaan. Ini menjelaskan kenapa menyimpan koin antik memiliki nilai ekonomis, karena koin antik jumlahnya terbatas. Ini menjelaskan kenapa perangko usang memiliki nilai ekonomis. Menjelaskan kenapa harga tanah cenderung selalu naik. Kenapa bra Marilyn Monroe (maaf) dan kaos oblong Michael Jackson menjadi benda ajaib dalam forum lelang, karena harganya yang ajaib.
Setiap produsen menginginkan hasil produksinya langka, tak banyak saingan, kalau bisa monopoli. Itu sebabnya produsen yang baik akan selalu berusaha melakukan product differentiation, berusaha agar produk atau jasa yang ditawarkannya berbeda dari produk pesaing, dan memiliki nilai lebih.
Itu sebabnya produsen yang baik tak hentinya melakukan riset dan pengembangan (research and development), karena penguasaan teknologi akan membuat proses produksi lebih cepat, skala ekonomis lebih besar, produknya lebih berkualitas, biaya lebih murah, sehingga unggul dalam persaingan.
Produknya menjadi langka, bahkan unik. Dalam dunia yang penuh persaingan, penguasaan teknologi is a matter of survival. Itu sebabnya produsen dalam negeri, yang tidak mampu bersaing lewat penguasaan teknologi dan product differentiation, mencoba menciptakan kelangkaan lewat tuntutan agar impor barang sejenis atau subsitusinya dilarang.
Tidak sanggup bertanding di lapangan yang datar, meminta wasit membuat aturan yang menguntungkan mereka secara sepihak.
Di ujung yang lain, seorang konsumen menginginkan kelimpahan (abundance). Ketersediaan barang dan jasa yang melimpah akan menekan harga dan memacu kompetisi kualitas. Abundance memberikan peluang kepada konsumen untuk mendapatkan barang yang terbaik dengan harga yang terbaik pula.
Praktek ekonomi sering menjelma menjadi zero sum game. Tiap bentuk proteksi bagi produsen, merupakan biaya bagi konsumen. Larangan impor barang yang dibutuhkan konsumen, betul akan menguntungkan produsen, tapi pada saat yang sama merugikan konsumen karena kehilangan kesempatan untuk memilih dan terkadang harus membeli dengan harga yang lebih mahal.
Pengalaman mengajarkan kita bahwa setiap pembatasan arus masuk barang, akan mengakibatkan distorsi harga. Lebih buruk lagi berpotensi korupsi. Seperti contoh mutakhir pembatasan impor daging sapi.
Konsepsi yang berat sebelah terhadap fenomena universal itu, bisa merugikan banyak pihak. Bayangkan cerita berikut: Pergilah shopping di supermarket di Amerika Serikat atau Eropa Barat. Anda akan menemukan rak-rak dengan barang yang lengkap dan melimpah, padahal kepadatan penduduknya rendah.
Lalu pergilah ke kota kota besar di India (dulu Cina juga begitu). Sudah supermarketnya langka, barang barangnya juga langka. Pemerintah India berpihak kepada produsen, mencoba melindungi produk dalam negeri dengan membatasi impor, yang karena zero sum game, merugikan konsumen.
Negara-negara Barat memanjakan konsumen sekaligus mendorong produsen untuk berlomba melakukan diferensiasi produk. Mereka berlomba lomba membuat supermarketnya menjadi lebih besar, lebih lengkap, lebih nyaman, dank kalau bisa lebih murah. Apakah dengan cara itu pemerintah lebih berpihak kepada konsumen? Tidak juga! Para pemasok akan berlomba membuat supermarket yang terbaik.
Dan jangan lupa, dengan cara itu, mereka juga menciptakan permintaan untuk para produsen, karena lebih banyak pengunjung supermarket dan pembeli produk..
BENDA LANGKA
Lalu apa relevansinya dongeng ekonomi "basi" itu bagi perencanaan keuangan pribadi? Kita bisa menggunakan analogi fenomena makro itu untuk kepentingan mikro. Seseorang akan sukses secara ekonomis bila dia mampu meguasai ketrampilan yang langka (dari sisi pasokan) dan karyanya mampu menciptakan nilai tambah bagi masyarakat (dari sisi permintaan). Bukankah seorang bintang (di bidang apa saja) selalu langka? Pemimpin kharismatis itu langka. Motivator ulung itu langka? Kemasyhuran itu langka?
Perusahaan yang mampu menemukan obat kanker akan menjadi tumpuan masyarakat dan mendapatkan imbalan ekonomis yang besar. Demikian juga perusahaan yang menemukan obat sakit AIDS. Bill Gates menemukan Microsoft yang langka, digunakan oleh ratusan juta pemakai di seluruh dunia, termasuk untuk menulis artikel ini, dan dia bertengger cukup lama sebagai manusia terkaya di dunia.
Warren Buffett mengasah intuisi investasinya sejak umur 11 tahun dan menjadi pengelola portfolio yang langka, dan tak pernah absen sebagai salah satu orang terkaya dunia selama belasan tahun. Orang yang menemukan pupuk organik, atau insektisida organik, yang bisa meningkatkan produksi palawija, misalnya, akan dibutuhkan oleh jutaan petani. Contoh contoh semacam itu bisa diperpanjang dengan mudah.
*> Hasan Zein Mahmud adalah Tim Ekselensi dan Staf Pengajar pada KWIK KIAN GIE School of Business.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel