SURABAYA—Penyaluran kredit bank umum di Jawa Timur per Januari 2013 tercatat tumbuh 27,11% menjadi Rp236,99 triliun dari Rp186,45 triliun per Januari 2012.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Jawa Timur Soekowardojo mengatakan penyaluran kredit terbesar terjadi pada kredit sektor produktif atau modal kerja hingga 58,32% atau sekitar Rp138,22 triliun.
Adapun sisanya kredit konsumsi sebesar 28,02% atau Rp66,4 triliun dan kredit investasi sebesar 13,66% atau Rp32,27 triliun.
“Perbankan di Jawa Timur juga terus mendukung pengembangan usaha mikro kecil dan menengah [UMKM], hal ini terlihat dari penyaluran kredit yang naik 8,44% menjadi Rp66,85 triliun per Januari 2013,” ujarnya di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Surabaya, Rabu (27/2/2013).
Dia mengakui jumlah pertumbuhan kredit UMKM memang tidak sebesar pertumbuhan total kredit di Jawa Timur, tetapi hal tersebut merupakan fenomenal nasional.
“Memang tidak hanya di Jawa Timur tetapi secara nasional juga seperti itu. Kami melihat hal itu terjadi karena jumlah UMKM itu cukup banyak tetapi nilainya tidak besar. Berbeda dengan sektor usaha lainnya. Sehingga meskipun ada pertumbuhan tidak sebesar total kredit,” jelasnya.
Sementara itu, jumlah dana pihak ketiga (DPK) tercatat 15,42% menjadi Rp286,91 triliun dari Rp248,58 triliun.
BI juga mengklaim fungsi intermediasi perbankan di Jawa Timur membaik dilihat dari kenaikan rasio simpanan terhadap pinjaman (loan to deposit ratio/LDR) menjadi 82,6% dari 75,67%.
“Sedangkan tingkat risiko kredit [non performance loan/NPL] terjaga di level yang cukup rendah yakni 2,6%,” tambahnya.
Hingga Januari 2013, BI mencatat ada 81 bank umum di Jawa Timur dengan 3.468 jaringan kantor. Adapun total aset bank umum tersebut tercatat sebesar Rp351,65 triliun.
Pada kesempatan yang sama, dia juga menegaskan BI terus melakukan pengawasan kepada perbankan terkait penyaluran kredit. Hal ini menanggapi ramainya dugaan kredit fiktif yang terjadi di Bank Jabar.
“Pengawasan rutin kami lakukan, setiap tahun harus diperiksa. Tetapi untuk kredit fiktif, itu kan juga terkait dengan pengawasan internal. Apapun sistemnya, jika dilakukan oleh orang dalam pasti bisa bobol. Dan itu hanya bisa diketahui jika ada laporan atau sidak. Tetapi memang pengawasan perbankan akan terus diperketat agar tidak terjadi lagi hal-hal semacam itu,” paparnya.
Saat ini, lanjut dia, pengawasan perbankan masih berada di bawah Bank Indonesia. Namun, pada 2014 fungsi tersebut sudah akan pindah di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dan masa transisi tersebut terus dimatangkan oleh pihak BI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel