SURVEI TATA KOTA: Surabaya Berhasil, Bandung & Jakarta Amburadul?

Bisnis.com,22 Apr 2013, 19:55 WIB
Penulis: Thomas Mola

BISNIS.COM, JAKARTA - Hasil survei Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) menunjukkan kondisi kenyamanan kota-kota besar di Indonesia dalam keadaan darurat.

Survei menunjukkan 46% penduduk perkotaan tidak nyaman dengan kota tempatnya berdomisili. Indikasi ketidaknyamaan itu tercermin dari ketersediaan fasilitas publik, hunian, sarana-prasara, dan beberapa faktor lainnya.

Sekertaris Jenderal Ikatan Ahli Perencanaan Bernardus Djonoputro mengungkapkan IAP setiap dua tahun melakukan survei indeks kenyamanan kota dan hasilnya hanya 54% penduduk kota merasa nyaman dengan kota tempatnya berdomisili.

Tingginya ketidaknyamanan penduduk kota itu akan berdampak semakin sedikitnya investasi yang masuk. "Pemerintah harus segera merespon keluhan masyarakat betapa kota menjadi tidak nyaman. Hal itu sangat terkait dengan perencanaan tata kota, sehingga peran rancangan tata kota dan wilayah, baik dari swasta maupun pemerintah, sudah sangat urgen," ujarnya di Jakarta, Senin (21/4/2013).

Dia mengungkapan Kota Surabaya merupakan salah satu kota yang cukup berhasil menata pembangunan di perkotaan. Sementara kota Jakarta dan Bandung merupakan dua contoh kota yang dinilai masih belum berhasil karena banyaknya alih fungsi lahan.

Menurutnya, terjadi kesenjangan antara apa yang dirancang oleh ahli tata kota dengan aplikasi di lapangan. Menurutnya faktor politis dan bisnis sangat mempengaruhi tata kota di Indonesia.

Padahal kota adalah ruang publik untuk kenyamanan bersama. Selain itu tidak tertatanya kota juga menunjukkan lemahnya kewibawaan pemerintah dalam mengendalikan ruang dan wilayah.

Profesi perencaan tata kota dan wilayah, paparnya, akan memainkan peranan penting untuk membangun kota ataupun mendesain kembali kota yang tidak tertata baik. Namun sayangnya belum ada undang-undang yang mengayomi profesi perencana tata kota sehingga produk perencaan sering kali lemah dalam aplikasi.

"Produk perencana kota ialah milik publik yang perlu dikuatkan dengan kebijakan politis. Untuk itu kita butuh Undang-Undang profesi sehingga tata kota itu dapat diaudit," jelasnya.

Dia menilai pemicunya adalah belum adanya pihak yang mengawal implementasi tata ruang, ditambah dengan payung hukum belum tersedia. Padahal kesalahan dalam perencaan akan berakibat fatal pada implementasi tata ruang.

Dia mengingatkan pada 2015 akan memasuki ASEAN Free Trade Area, di mana ahli tata kota ahli tata kota lain akan masuk, sementara standardisasi ahli tata kota dan wilayah yang diatur dalam UU di Indonesia belum tersedia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini