PROSES pengambilan keputusan investasi, boleh jadi bisa dianalogikan dengan proses diagnosis seorang dokter. Dalam kacamata awam saya, untuk membuat diagnosis, seorang dokter minimal membutuhkan dua hal: pegetahuan tentang penyakit dan pemahaman tentang keluhan dan hasil pemeriksaan pasien. Coba kita bayangkan seorang dokter yang sangat pintar dan berpengalaman.
Dia memiliki pengetahuan yang luas sekali tentang berbagai penyakit: sebab sebabnya, tanda tandanya, dan teknik serta alat penyembuh yang paling tepat untuk penyakit penyakit tersebut. Namun karena kesibukan dan ketergesaannya, dokter tersebut langsung memberikan obat tanpa terlebih dahulu mendengar dan memeriksa pasien. Keterlaluan dan, boleh jadi, malpraktek.
Seorang penasihat investasi, dalam memberikan rekomendasi kepada seorang investor, minimal membutuhkan dua hal pula: pengetahuan tentang objek atau media investasi, dan pengetahuan tentang kondisi investor. Mari kita perhatikan diagram sederhana di bawah ini:
Di hadapan kita tersedia berbagi varian objek investasi, baik real assets maupun financial assets. Apa perbedaan antara real asset dan financial asset, kita akan bicarakan pada kesempatan lain. Namun seperti saya tulis pada kolom sebelumnya, focus kita adalah pada investasi dalam aktiva keuangan. Aktiva keuangan, seperti instrument pasar uang, obligasi, saham, instrument hibrida, instrument derivative memiliki karakteristik yang berbeda beda.
Ada instrument yang memiliki tingkat keamanan tinggi, ada yang menjanjikan arus pendapatan tetap, ada yang menonjol potensi pertumbuhannya dan ada yang harganya fluktuatif, dst. Di seberang lain, tiap investor adalah unik. Masing masing memiliki kondisi keuangan yang berbeda, tujuan investasi yang berbeda, keberanian mengambil risiko yang berbeda pula.
Nah, seperti juga tidak ada obat yang mujarab untuk semua macam penyakit, tidak ada instrument keuangan yang cocok untuk pilihan investasi semua investor. Karena itu keputusan investasi yang baik adalah memilih instrumen, atau kombinasi instrumen, yang paling cocok dengan kondisi investor bersangkutan.
Kita ambil dua contoh ekstrim berikut: Tuan A. adalah seorang purna-tugas yang tidak memperoleh uang pensiun berkala. Tapi dia memperoleh uang jasa sebesar Rp 250 juta pada saat pensiun. Dia datang kepada seorang Perencana Keuangan (Financial Planner), meminta nasihat tentang investasi apa yang harus dia lakukan dengan uang jasa itu, agar dia bisa mendapat penghasilan berkala setiap bulan, untuk biaya hidupnya sebagai pensiunan.
Sang perencana keuangan, yang kebetulan sangat ahli dalam menganalisis sector property, memnayarankan agar A membeli tanah di Jonggol, yang sebentar lagi akan menjadi Ibu Kota, dan menjanjikan keuntungan 300% dalam dua tahun mendatang. Sang Financial Planner betul! Tanah di Jonggol naik lebih dari 300% dalam 2 tahun, tapi rekomendasi itu tetap salah, karena A tidak memiliki kemewahan untuk menunggu hasil selama 2 tahun.
Yang dia butuhkan adalah arus masuk pendapatan secara berkala untuk hidup. Dia akan mati kelaparan selama periode menunggu 2 tahun tersebut. Tuan A seyogianya disarankan agar menamkan dananya dalam deposito berjangka, atau membeli ORI atau membeli reksadana pasar uang, dan semacam itu
Lalu kita ambil ilustrasi ekstrim yang lain. Tuan B juga seorang pensiunan. Memperoleh uang pesangon dan jasa yang sama besarnya dengan H, saat pensiun. Namun B, yang kebetulan memiliki ketrampilan, masih bisa melakukan kerja mandiri yang menghasilkan uang cukup untuk membiayai hidupnya. Tuan B bermimpi untuk memiliki mnobil mewah, yng harganya di atas Rp 2 miliar, sebelum meninggal, dan untuk mimpinya itu, dia bersedia memikul risiko, ternasuk kehilangan semua pesangon pensiuanannya, asalkan ada peluang untuk mendapatkan mobil mewah impiannya.
Deposito, ORI, atau reksadana penghasilan tetap tidak akan memberi peluang kepada B untuk memenuhi impiannya. Instrument yang “pas” untuknya adalah speculative stocks atau instrument derivatives!
Masih ingatkah anda gonjang ganjing tambang emas Busang belasan tahun lalu? Bre-X adalah sebuah perusahaan yang berkedudukan di Kanada, bergerak di bidang eksplorasi barang tambang. Perusahaan itu menjual saham pada harga C$ 0,20 per saham untuk dana ekplorasi. Ketika tersebar berita tentang tanah di Busang yang memiliki kandungan emas tertinggi di dunia, harga saham Bre-X naik lebih dari 1.000 x harga dari harga perdananya 2,5 tahun sebelumnya! Contoh speculative stocks!
Cerita Busang kemudian terbukti cerita bohong. Sengaja disebar agar harga saham naik, dan memeberikan kesempatan para eksekutif perusahaan itu melaksanakan hak opsinya! Merealisasikan keuntungan ratusan kali lipat! Nnamun perusahaan yang melakukan eksplorasi secara jujur, jumlahnya tidak kurang banyak. Kita bisa membuat daftar panjang perusahaan semacam itu di Negara Negara yang menyebut dirinya mining country, seperti Australia, Kanada dan Afrika Selatan.
Orang orang yang membeli saham pada IPO yang dilakukan oleh perusahaan start up untuk tujuan eksploratif, baik tambang maupun industry lain, memiliki keberanian mengambil risiko sangat tinggi dengan harapan keuntungan yang selangit pula. Kalau ekplorasinya gagal, dan uang IPO habis, maka investasi anda gone for nothing! Tapi kalau akplorasi berhasil menemukan deposit yang besar dan edkonomis, investasi anda memberikan imbal hasil yang luar biasa pula.
Yang paling penting dicatat: Anda sendirilah yang paling tahu kondisi anda. Penasihat investasi hanya mengetahui kondisi anda melalui pemenuhan prinsip know your customer!Itu pun kalau anda bicara jujur!.....
o> Hasan Zein Mahmud adalah Tim Ekselensi Learning Center dan Staf Pengajar pada KWIK KIAN GIE School of Business
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel