BI RATE NAIK: Tekanan Pelemahan Rupiah Berkurang

Bisnis.com,13 Jun 2013, 20:27 WIB
Penulis: Sri Mas Sari

BISNIS.COM, JAKARTA – Langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan atau BI rate 25 basis poin menjadi 6% dinilai tepat untuk mengurangi tekanan pelemahan rupiah dan ekspektasi kenaikan inflasi seiring rencana penaikan BBM bersubsidi.

Kepala Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk Anton H. Gunawan memperkirakan tekanan terhadap rupiah akan mereda karena kenaikan BI rate dan fasilitas simpanan Bank Indonesia (fasbi).  

“Langkah berani menunjukkan niat BI untuk mencoba memimpin pasar karena rupiah dalam kondisi melemah dan ekspektasi inflasi terus meningkat sebagai antisipasi kenaikan harga BBM bersubsidi,” katanya, Kamis (13/6).

Pihaknya berharap pelemahan rupiah bersifat sementara karena lebih dipengaruhi oleh sentimen global dan permintaan musiman akan dolar Amerika Serikat yang tinggi, terlihat dari cadangan devisa pada akhir Mei yang turun menjadi US$ 105,1 miliar dari US$ 107.2 miliar pada April atau setara dengan 5,8 bulan impor dan pembayaran utang.

Pemerintah dan badan anggaran DPR telah mencapai kesepakatan mengenai asumsi dan struktur anggaran perubahan, yakni dengan mematok pertumbuhan lebih rendah sebesar 6,3%, inflasi lebih tinggi sebesar 7,2% dan defisit fiskal 2,38% dari produk domestik bruto (PDB).

Pemerintah pun menyatakan penerbitan obligasi tambahan hanya sekitar Rp50 triliun untuk membiayai defisit yang lebih besar  Ini berarti pemerintah kemungkinan mampu melewati rencana kenaikan harga BBM.

“BI juga mengisyaratkan tekanan rupiah akan surut jika revisi anggaran disetujui dan harga BBM dinaikkan,” ujarnya.

Pihaknya mengusulkan agar BI meningkatkan kebijakan jika kenaikan harga BBM mulai menimbulkan dampak lebih jauh. BI rate dapat dinaikkan 50-75 basis poin (bps) karena tingkat inflasi dapat mencapai 8,7% pada akhir tahun.

Namun,  jika tingkat inflasi inti masih terkendali, BI hanya perlu menaikkan suku bunga 50 bps. Menurutnya, inflasi akan lebih rendah jika pemerintah menjaga pasokan di pasar.

Anton juga menilai kenaikan harga BBM akan mengurangi volume impor minyak sehingga defisit transaksi berjalan menjadi sekitar 2,2% dari PDB tahun ini.

“Memperbaiki persepsi domestik dan menyurutkan sentimen negatif eksternal akan mampu membawa rupiah menguat, seperti yang kita harapkan Rp9.600 per US$ pada akhir tahun,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ismail Fahmi
Terkini