Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia menyatakan sebesar 15% utang luar negeri swasta memiliki risiko yang cukup besar karena belum dilindung nilai.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengimbau kepada pelaku usaha yang memiliki utang luar negeri untuk berhati-hati menghadapi nilai tukar dengan melakukan lindung nilai.
“Ada 15% utang luar negeri swasta masih belum hedging secara natural maupun institusional. Kami imbau untuk berhati-hati,” ujarnya, Kamis (25/7/2013).
Berdasarkan data bank sentral, total utang luar negeri hingga akhir Mei mencapai US$258,5 miliar dengan porsi swasta mencapai US$131,55 miliar. Sekitar 67% atau US$173,66 miliar utang luar negeri tersebut berdenominasi Dolar AS.
Sementara itu, utang luar negeri swasta yang jatuh tempo pada periode Juni—Desember 2013 mencapai US$24,17 miliar, atau sekitar 18,37% dari total utang luar negeri swasta.
Lindung nilai natural dilakukan dengan tidak menggunakan instrumen keuangan atau derivatif. Salah satu model lindung nilai natural adalah memiliki pendapatan yang dengan denominasi yang sama dengan utang valas.
Sementara itu, lindung nilai melalui instrumen keuangan ada beberapa macam seperti kontrak berjangka , swap dan option. Salah satu instrumen tersebut, yakni FX Swap dengan sistem lelang saat ini sedang dikembangkan oleh bank sentral.
Menurut Agus, pelemahan nilai tukar memang tidak bisa dihindari karena adanya rencana pengurangan stimulus moneter di Amerika Serikat yangberdampak pada penguatan Dolar AS yang berakibat pelemahan mata uang pada banyak negara.
Meski demikian, dia meminta kepada pelaku usaha untuk tidak mencari untung dalam pelemahan nilai tukar karena juga memiliki risiko. “Dalam arti pengelolaan risiko dari nilai tukar harus diperhatikan, dan jangan cari untung dari pelemahan nilai tukar karena bisa terjadi kerugian,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel