Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia menyatakan perjuangan azas resiprokal pada perbankan nasional terus dilakukan melalui Asean Bank Integration Framework yang merupakan salah satu turunan perjanjian multilateral pada Masyarakat Ekonomi Asean.
Peter Jacobs, Direktur Komunikasi Bank Indonesia (BI), mengatakan sulit melakukan negosiasi secara bilateral dengan negara maju seperti Singapura dalam penerapan azas resiprokal pada sistim perbankan. Pasalnya, negara seperti Singapura memiliki sistim perbankan yang jauh lebih maju dibandingkan dengan negara berkembang seperti Indonesia.
“Oleh karena itu kami coba perjuangan sebanyak mungkin secara multilateral di Asean Bank Integration Framework [ABIF],” ujarnya berkomentar terkait azas resiprokal setelah DBS Group Holding tidak melanjutkan upaya akuisisi Bank Danamon, Kamis (1/8/2013).
Dalam negosiasi ABIF, tuturnya, bank sentral berupaya agar kriteria Qualified Asean Bank (QAB) tidak mengikuti standar perbankan negara maju, namun lebih pada negara berkembang. “Kalau pakai kriteria negara maju, pasti bank asal Indonesia sulit bersaing,” tuturnya.
Dalam perjuangan azas resiprokal dia menegaskan bahwa BI tidak anti terhadap investor asing. Beberapa penguatan regulasi kepemilikan bank yang terbit dalam beberapa tahun terakhir lebih pada penguatan prinsip kehati-hatian atau prudential.
“Di negara lain tidak ada kepemilikan bank yang boleh lebih dari 40% termasuk untuk investor dalam negeri. Kami juga mau mengarah kesana sebagai bagian prinsip prudential,” ujarnya.
Bank Indonesia bersama dengan regulator perbankan dari negara Asean masih merumuskan ABIF terutama pada kriteria QAB. Bank yang tergolong sebagai QAB dapat beroperasi pada seluruh negara di Asean.
Setiap negara memiliki peluang memiliki QAB dengan jumlah yang berimbang. Namun, kriteria dari QAB tersebut masih terus dirumuskan, termasuk pada besaran modal inti yang harus dimiliki
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel