DBS-Danamon Pecah Kongsi: Bisa Kurangi Minat Investor Potensial

Bisnis.com,01 Agt 2013, 20:18 WIB
Penulis: Donald Banjarnahor

Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga pemeringkat Fitch Ratings menyatakan berakhirnya perjanjian akuisisi saham Bank Danamon oleh DBS Singapura menjadi perhatian dalam lingkungan aturan karena dapat mencegah minat asing terhadap bank domestik.

Sesuai aturan yang berlaku di Indonesia, DBS Group Holding hanya bisa mengakuisisi 40% kepemilikan saham Bank Danamon, lebih rendah dari keinginan sebesar 67%.

“Hal ini bisa membatasi pembeli potensial dari bank asal Indonesia  yang tidak hanya mencari capital gain dengan komitmen rendah,” ujarnya Alfred Chan, Director Financial Institutions Fitch Ratings Singapore PTE Ltd, dalam siaran pers Kamis (1/8/2013).

Aturan pembatasan kepemilikan saham maksimal 40% diterbitkan pada 2012 lalu, meskipun  ada kemungkinan menaikan batasan kepemilikan hingga di atas batas.

BI dikabarkan mau meningkatkan batas kepemilikan, namuan tergantung penerapan resiprokal dengan Monetary Authority of Singapore dalam bentuk membolehkan sejumlah bank besar domestik untuk ekspansi di Singapura.

“Kami percaya runtuhnya kesepakatan tersebut mungkin untuk mencegah beberapa investor asing jangka panjang mencari untuk membangun waralaba lokal,” ujarnya.

Menurutnya, pembatasan kepemilikan akan menghambat kemampuan DBS untuk mengarahkan arah strategis Danamon dan selera risiko.

Padahal tuturnya, prosedur tata kelola perusahaan Singapura menekankan pada tingkat kendali manajemen yang tinggi kontrol manajemen dalam operasi utama, termasuk pasar luar negeri.

“Memiliki hanya saham minoritas di Danamon akan membuat DBS kurang mencapai tingkat integrasi yang sama dengan anak perusahaan inti di negara lain,” ujarnya.

Demikian besarnya nilai transaksi juga akan mengakibatkan penggunaan kurang optimal dari modal DBS.

Menurutnya, sebuah kepemilikan saham antara 10% -50% perlu dikurangi dari ekuitas umum, tunduk pada batas tertentu, di bawah aturan modal Basel III,” jelasnya.

Pihaknya sebelumnya telah menyatakan bahwa ban Singapura untuk tetap waspada atas risiko yang muncul saat mereka memperluas waralaba regional mereka - terutama di negara-negara berkembang.

Kami percaya keputusan DBS untuk mundur dari transaksi mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi dari saham minoritas dan selera risiko kehati-hatian.

Fokus jangka menengah DBS di Indonesia masih berpeluang untuk tetap berada pada korporasi besar dengan permintaan di berbagai daerah.

Indonesia secara keseluruhan tetap merupakan pasar perbankan yang menarik karena memiliki penetrasi kredit yang rendah dibandingkan dengan pasar lain yang tumbuh cepat (India dan Cina), kelas menengah berkembang, ekonomi ulet, dan margin bunga bersih yang tinggi.

“Batas kepemilikan hingga 40% masih tinggi di regional. Akan tetapi modal asing diperlukan untuk pasar untuk memenuhi potensinya, dan juga dapat membawa risiko yang lebih baik, transparansi serta disiplin tata kelola untuk sektor perbankan,” jelasnya.  (ra)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini