Defisit Transaksi Berjalan Triwulan II Diprediksi Tembus US$9 Miliar

Bisnis.com,04 Agt 2013, 16:46 WIB
Penulis: Donald Banjarnahor

Bisnis.com JAKARTA – Bank Indonesia memprediksi defisit transaksi berjalan pada triwulan II akan melebar dibandingkan dengan ekspektasi sebelumnya karena ekspor tumbuh lambat dan penurunan impor setelah penaikan harga bahan bakar minyak belum terasa.

Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), mengatakan bank sentral memprediksi defisit transaksi berjalan pada triwulan II akan menembus US$9 triliun, lebih tinggi dengan perhitungan sebelumnya yakni US$8,6 miliar atau 3,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Jadi jangan kaget kalau current account defisit pada triwulan II yang semula [diprediksi] US$8,6 miliar menjadi US$9 miliar atau lebih  tinggi,” ujarnya, akhir pekan lalu.

Melesetnya prediksi BI tersebut disebabkan karena kinerja ekspor ternyata tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan.

Selain itu, impor Indonesia terutama pada minyak dan gas belum mengalami penurunan signifikan meskipun harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sudah dinaikan.

“Artinya dampak penaikan harga BBM terhadap impor dari BBM itu belum nampak. Kemungkinan baru akan muncul pada Agustus,” jelasnya.

Meski demikian, BI masih konsisten defisit transaksi berjalan pada triwulan III akan menyempit karena penurunan impor. BI sebelumnya memperkirakan defisit transaksi berjalan pada triwulan III mencapai US$5,5 miliar—US$5,6 miliar atau sekitar 2,5% dari PDB. Perkiraan itu juga belum memperhitungkan  penerapan kebijakan cost, insurance and freight (CIF)  yang dimulai 1 Agustus.

Perry mengatakan bank sentral memperkirakan neraca pembayaran pada triwulan II masih mengalami defisit karena transaksi modal dan finansial tidak bisa menutupi defisit transaksi berjalan.

Namun untuk triwulan selanjutnya bank sentral tetap optimistis neraca pembayaran akan surplus karena defisit transaksi berjalan menipis, sementara terjadi peningkatan transaksi modal dan finansial.

Faktor yang memperngaruhi peningkatan transaksi modal dan finansial tersebut adalah arus masuk modal asing baik dalam jangka pendek maupun jaknga panjang dan tidak terjadi lagi pembalikan modal ke luar seperti yang terjadi pada triwulan II lalu.

Selain itu, emisi obligasi Dolar dari pemerintah juga berperan dalam peningkatan transaksi modal.

“Kami masih meyakini surplus dari neraca modal pada triwulan III akan lebih besar dari defisit transaksi berjalan, sehingga secara keseluruhan neraca pembayaran masih surplus,” ujarnya.

Kondisi neraca pembayaran yang semakin membaik pada triwulan III menjadi salah satu alasan kuat bagi bank sentral untuk menyakini nilai tukar Rupiah akan bergerak lebih stabil. Meski demikian, nilai tukar Rupiah terus tertekan pada penghujung Juli dan awal Agustus.

Pada akhir pekan lalu, nilai tukar Rupiah melemah 0,6% dan tembus ke level Rp10.333/US$. Sepanjang Jumat pekan lalu nilai tukar Rupiah bergerak pada kisaran Rp10.273-Rp10.333.  (ra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini