Mudik Lebaran: Jalur Pantura Siksa Jutaan Pemudik, Presiden Digugat

Bisnis.com,05 Agt 2013, 04:52 WIB
Penulis: Yusran Yunus

Bisnis.com, JAKARTA - Akibat kondisi jalan yang tidak berkualitas, jalur pantai utara (Pantura) yang membentang dari Merak, Banten hingga Banyuwangi (Jawa Timur) sepanjang 1.316 kilometer dinilai telah menyiksa puluhan juta pemudik.

Atas kondisi memprihatinkan tersebut, Barisan Rakyat Pantura (Bara Pantura), akan mengajukan gugatan warga negara (citizen lawsuit) kepada penyelenggara negara.

Adapun penyelenggara negara yang akan digugat yakni Presiden RI, Menko Perekonomian, Menteri PU, Menteri Perhubungan, Gubernur Banten, Gubernur DKI, Gubernur Jabar, Gubernur Jateng, Gubernur Jatim.

Dalam siaran persnya Minggu malam (4/8/2013), Bara Pantura menilai para penyelenggara negara tersebut adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas tata kelola jalur Pantura.

 

Jalur Pantura adalah jalan vital yang melintas di wilayah utara Jawa dan menggerakkan roda perekonomian nasional. Jalur Pantura juga merupakan jalan utama arus mudik masyarakat yang berdomisili di Pulau Jawa.

Menurut Bara Pantura, posisinya yang strategis tidak berbanding lurus dengan tata kelola yang amburadul dari para penyelenggara negara tersebut. Setiap tahun jalur itu diperbaiki dan tidak pernah menghasilkan jalan yang berkualitas.

"Kondisi jalan itu menyiksa para sopir truk dan angkutan umum yang melintas. Setiap tahun jalan itu juga menyiksa puluhan juta rakyat yang melakukan mudik lebaran," demikian pernyataan Bara Pantura dengan koordinator Dedi Ali Ahmad dan Koordinator Tim Pengacara, Abdul Hamim Jauzie.

Menurut Bara Pantura, jalan yang rusak telah menimbulkan dampak yang luar biasa meluas.

Sarkim, sopir truk asal Cirebon mengatakan bahwa jalan rusak telah merusak kendaraan. Sementara Arik S Wartono mengaku kehilangan nyawa adiknya akibat jalan berlubang di Gresik. (antara/yus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yusran Yunus
Terkini