Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia mencatat ada kenaikan kredit untuk impor pada penghujung triwulan II, seiring besarnya impor Indonesia dari negara lain.
Data menunjukan portofolio kredit untuk orientasi impor menembus Rp57,19 triliun pada akhir Juni 2013, meningkat dari bulan sebelumnya Rp53,31 triliun.
Posisi pada dua bulan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan posisi Januari—April yang berikisar Rp38,29 triliun—Rp38,14 triliun.
Data yang sama menunjukan pertumbuhan kredit impor yang tinggi terjadi pada kelompok bank BUMN dengan portofolio Rp22,47 triliun pada akhir Juni, meningkat dari sebulan sebelumnya Rp19,85 triliun. Padahal selama periode Januari—April kredit impor dari bank pelat merah hanya berkisara Rp8,96 triliun—Rp12,32 triliun.
Difi A. Johansyah, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), mengungkapkan kredit impor pada Mei—Juni memang melonjak.
Pada dasarnya, tuturnya, bank sentral tidak membatasi kredit impor, namun kestabilan ekonomi harus diperhatikan. “Kami tidak mau pertumbuhan yang tinggi tetapi menimbulkan ketidakstabilan,” ujarnya singkat, Kamis (22/8/2013).
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bank sentral akan memperkuat pengawasan bank (supervisory action) untuk mengendalikan penyaluran kredit sektor tertentu yang tumbuh tinggi, terutama yang memiliki kandungan impor.
Beberapa sektor kredit yang tumbuh tinggi adalah properti, transportasi dan komunikasi, manufaktur, serta perdagangan, hotel dan restoran. “Kami akan masuk satu persatu lewat pengawas bank,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel