Batik Bogor Kreasi Lisha Luthfiana, dari Kota Hujan ke Mancanegara

Bisnis.com,29 Agt 2013, 20:11 WIB
Penulis: Dewi Andriani

Bisnis.com, JAKARTA - Selama ini batik identik dengan daerah seperti Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan. Namun, kini semakin banyak perajin dari berbagai daerah lain yang memproduksi batik dengan motif yang mencirikan daerahnya masing-masing.

Salah satunya Lisha Luthfiana Fajri. Sejak 2008, wanita kelahiran Bogor, 22 juni 1988 ini, bersama orang tuanya memperkenalkan batik Bogor dengan nama usaha Batik Bogor Tradisiku.

Awalnya, dia memproduksi batik tersebut dalam bentuk batik tulis. Namun, besarnya apresiasi Pemerintah Kota Bogor terhadap motif batik yang dikreasikan Batik Bogor Tradisiku, membuat motif batik tersebut semakin diminati oleh masyarakat, bisnis yang dijalankan pun kian berkembang.

Untuk mengimbangi tingginya permintaan, dia mulai beralih menggunakan sistem printing untuk melukiskan motif batik Bogor. Motif yang ditampilkan pada batik tersebut mengangkat ragam hias yang mencirikan kota Bogor. Seperti corak hujan gerimis, awan dan bunga teratai, kujang kijang, bunga teratai, dan daun talas.

“Walikota Bogor sangat mengapresiasi batik Bogor. Dia bahkan mengeluarkan surat kepada instansi pemerintah di Bogor agar seragam batik menggunakan motif khas Bogor, ini yang membuat usaha kami kian dikenal,” ucapnya ketika berbincang dengan Bisnis, Rabu (28/8/2013).

Tidak hanya sebatas instansi pemerintahan, Batik Bogor Tradisiku juga banyak digunakan sebagai seragam di berbagai sekolah. Keunikan motif yang dikreasikannya semakin banyak dikenal dan dipasarkan ke seluruh Indonesia, hingga mancanegara.

“Kami sudah menjalin kerja sama dengan pelaku usaha di Amerika, juga segera dipasarkan hingga ke Jepang, China, dan Thailand,” ucapnya.

Seiring dengan berkembangnya usaha dan tingginya permintaan, wanita lulusan ITB pada 2009 ini pun harus memutar otak untuk meningkatkan kapasitas produksi.

Pada 2011, ketika diperkenalkan dengan zat pewarna ramah lingkungan Tekactive yang tidak membutuhkan tahap pencucian, dia pun mulai menggunakan produk tersebut.

“Dua tahun lalu saya menggunakan pewarna batik Tekactive. Selain lebih ramah lingkungan, proses produksinya pun lebih sederhana dan singkat karena tidak ada proses pencucian,” ucapnya.

Dengan proses yang lebih singkat, kapasitas produksinya pun meningkat dari yang semula 1.000 m menjadi 2.500 meter per bulan atau sekitar 1.250 pc pakaian.

Memang harga yang ditawarkan sedikit lebih mahal, tetapi dia memberi jaminan kepada pelanggan bahwa batik yang digunakan tidak akan luntur bahkan dalam kurun waktu beberapa tahun pun warnanya masih tetap cerah.

“Dari sisi pelaku usaha, kami hanya perlu menambah modal sekitar 10% hingga 20%, tapi bisa mendapatkan hasil hingga 2 kali lipat sehingga keuntungannya pun bisa lebih besar,” ujarnya.

Saat ini, dengan kapasitas produksi rata-rata sekitar 2.500 meter, Batik Bogor Tradisiku mampu meraih omzet hingga Rp75 juta per bulan dengan margin rata-rata 30%.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor:
Terkini