Bank Nasional Kekurangan Renminbi, Transaksi Dengan China Pakai Dolar AS

Bisnis.com,01 Sep 2013, 17:43 WIB
Penulis: Donald Banjarnahor

Bisnis.com, JAKARTA – Transaksi perdagangan Indonesia dan China masih banyak menggunakan dolar Amerika Serikat karena likuiditas renminbi di sistem perbankan nasional masih belum mencukupi untuk menunjang transaksi ekspor dan impor.

Destry Damayanti, Kepala Ekonom Bank Mandiri, mengatakan penting untuk meningkatkan likuiditas Renminbi, mengingat China merupakan salah satu mitra dagang bagi Indonesia dan negara Asean lainnya.

“Transaksi perdagangan dengan Renminbi akan mengurangi permintaan berlebihan terhadap Dolar AS yang akhirnya dapat mengurangi tekanan terhadap Rupiah,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (1/9/2013)

Menurutnya, perbankan nasional masih kesulitan untuk mendapatkan Renminbi, meskipun Indonesia dan China sudah menandatangani Bilateral Currency Swap pada 2009 lalu. Dalam perjanjian itu dilakukan penukaran 100 miliar renminbi (sekitar US$15 miliar) dengan Rp175 triliun.

“Akibatnya masih banyak transaksi perdagangan Indonesia-China menggunakan dolar AS,” ujarnya.

Di sisi lain, tuturnya,  penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 2010—2012 lalu membuat banyak pelaku usaha lebih memilih bertransaksi dengan mata uang negeri Paman Sam.

“Penggunaan Renminbi dalam transaksi ekspor sebenarnya wacana lama, namun kita terlena karena dolar sempat melemah. Namun kita harus kejar terus agar transaksi Indonesia-China pakai renminbi,” ujarnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor non migas Indonesia ke China pada periode Januari--Juni 2013 mencapai US$ 10,09 miliar. Nilai ekspor tersebut memiliki porsi sekitar 13,5% dari total ekspor non migas yang mencapai US$74,77 miliar.

Sementara itu, nilai impor non migas Indonesia asal China periode Januari--Juni mencapai US$14,42 miliar. Nilai impor tersebut memiliki porsi 19,96% dari total impor non migas yang mencapai US$72,25 miliar.

Bank Indonesia (BI) sedang melakukan negosiasi dengan People Bank of China untuk melipatkan gandakan perjanjian bilateral currency swap dari 100 miliar renminbi menjadi 200 miliar renminbi atau setara dengan US$30 miliar.

“Rencananya bilateral swap dengan China mau dilipatgandakan nilainya agar lebih kuat dan signifikan. Sekarang kan transaksi perdagangan lebih besar,” ujar Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Internasional BI, akhir pekan lalu.

Tirta menambahkan dalam negosiasi dengan China ini, BI juga akan memperluas klausul pengunaan dana hasil swap.  “Peruntukan bisa untuk macam-macam, jadi tidak hanya untuk kebutuhan likuiditas saja tetapi bisa untuk trade finance,” jelasnya.

Selain itu, Tirta mengatakan  BI juga akan meningkatkan bilateral swap dengan Bank of Japan yang baru saja diperpanjang. Menurutnya, perjanjian dengan Jepang tersebut juga akan dilipatgandakan dibandingkan dengan perjanjian saat ini senilai US$12 miliar.

“Ada juga perluasan perjanjian sehingga dananya bisa ditarik setiap saat dan tidak dikaitkan dengan kondisi ekonomi,” ujarnya.

Menurut Tirta, perluasan kerjasama bilateral swap antar negara lebih diutamakan karena negosiasinya lebih mudah dibandingkan dengan perjanjian multilateral seperti Chiang Mai Initiative. “Bilateral lebih praktis,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fatkhul Maskur
Terkini