Jepang Ngotot, Indonesia Bawa Kasus Inalum ke Arbitrase

Bisnis.com,13 Sep 2013, 18:48 WIB
Penulis: Riendy Astria

Bisnis.com, JAKARTA--Kurang dari 2 bulan, tenggat waktu pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari pihak Jepang akan berakhir.

Namun, hingga masih ada kesenjangan besar yang tidak bisa diselesaikan oleh kedua belah pihak. Kini, pemerintah Indonesia menunggu masalah ini dibawa ke arbitrase. 

Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan hingga kini negosiasi antara pemerintah Indonesia dan pihak Jepang yang diwakili oleh konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA) masih alot, khususnya mengenai kesepakatan harga.

“Maka yang terjadi adalah, kami tetap mengambil alih proyek, Indonesia membayar sesuai yang tercatat di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan [BPKP],” kata Hidayat di kantor Kemenperin, Jumat (13/9/2013).

Setelah itu, pihaknya akan menunjuk pihak ketiga atau arbitrase yang akan dijadikan wasit dalam menyelesaikan masalah ini. Adapun saat ini, pihak Indonesia menunggu penjadwalan pertemuan dalam arbitrase.

“Ini biasa dalam dispute, sambil menunggu arbitrase yang entah kapan, pihak Indonesia sambil membayar melalui pihak accounter yang kita pilih, masalah kurang atau lebih pembayarannta, nanti diselesaikan ketika ada keputusan dalam arbitrase,” jelasnya. 

Menurutnya, penjadwalan arbitrase belum keluar lantaran masih ada waktu sekitar kurang dari 2 bulan hingga 31 Oktober 2013 untuk bernegosiasi. Mengenai nilai yang sudah dibayarkan atau nilai yang tercatat dalam BPKP, Hidayat enggan membocorkannya. 

“Karena masih satu setengah bulan lagi, para lawyer dan accounter sedang menghitung. Pihak Jepang harusnya mengerti mengapa kita melalui cara ini.”

Seperti dikutip dari Reuters Kamis (12/9/2013), Chairman Inalum Jepang Yoshihiko Okamoto mengatakan masih ada kesenjangan besar yang tidak bisa diselesaikan antara pemerintah Indonesia dan pihak Jepang.

Padahal, sebentar lagi perjanjian usaha patungan ini akan segera berakhir. Okamoto mengatakan, bila sampai 31 Oktober tidak ada kesepakatan, pihaknya akan membawa masalah ini ke mediator internasional (arbitrase). 

Hingga kini, pihaknya masih berharap, untuk mencapai kompromi dengan syarat kedua belah pihak sama-sama puas. “Sampai hari ini, ada kesenjangan besar antara kami dan pemerintah Indonesia pada harga jual dan syarat penjualan lainnya," katanya.

Okamoto mengatakan akan membawa masalah pengambilalihan Inalum ini ke media internasional dengan menunjuk ke Pusat Internasional untuk Penyelesaian Perselisihan Investasi (The International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington. 

Ahli Hukum Perdagangan Internasional Theo Lekatompessy mengatakan, dalam kasus Inalum, ada dua kemungkinan aturan yang akan digunakan, antara lain The Rules of Arbitration dari The International Chamber of Commerce (ICC) di Paris, dan The Arbitration Rules dari The International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington. Badan-badan tersebut mempunyai peraturan dan sistem arbitrase sendiri-sendiri.

“Kalau Indonesia mau menjadi pihak yang tidak dirugikan, sebaiknya pemerintah Indonesia menghidari penggunaan ICSID rules karena itu sejarahnya akan menguntungkan investor, dalam hal ini Jepang,” kata Theo ketika dihubungi Bisnis beberapa waktu lalu. 

Biasanya, lanjut Theo, aturan ICSID yang mengacu pada aturan Bank Dunia ini akan menguntungkan pihak investor (Jepang). Apabila Indonesia kalah dalam arbitrase melalui aturan ini, Indonesia akan dikawal untuk melaksanakan keputusan hakim. “Sangat ketat,” katanya.

Berbeda dengan aturan ICC, yang merupakan aturan komersial. Menurut Theo, keputusan aturan ini biasanya 50:50 atau mengambil jalan tengah.

Kemudian, dalam pemilihan panel, harus diusahakan untuk tidak menggunakan English Law, tetapi menggunakan panel yang mengerti hukum Indonesia atau Belanda yang di dalamnya ada itikad baik. Selain itu, pemilihan pengacara juga menjadi salah satu kunci. “Ketiganya itu merupakan persiapan sebelum berperang.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor:
Terkini