Menang di Pemilu Jerman Jadi Ujian Ketiga Bagi Merkel

Bisnis.com,23 Sep 2013, 19:28 WIB
Penulis: Laila Rochmatin

FRANKFURT - Kemenangan Angela Merkel pada pemilihan umum Jerman tahun ini akan membawanya pada setumpuk pekerjaan rumah, termasuk permasalahan demografi di Jerman.   

Merkel kembali menjabat sebagai Kanselir Jerman untuk periode ketiga setelah menang telak dengan mengantongi 41,5% suara, mengalahkan lawannya Peer Steinbrueck yang hanya mengantongi 25,7% suara.

Dia mengatakan prioritas pascakemenangannya adalah menangani naiknya biaya energi akibat dari rencana untuk membangun reaktor nuklir senilai 550 miliar euro, atau lebih dari tiga kali lipat kapasitas sumber daya terbarukan.

Selain itu, Merkel dalam kampanyenya juga menekankan reformasi di negara-negara Eropa yang telah menerima bantuan (bailout) adalah satu-satunya cara untuk meningkatkan daya saing Eropa secara keseluruhan.

Merkel mengungkapkan upaya tersebut dapat dicontoh dari keberhasilan Jerman dalam menurunkan angka pengangguran pascaperang dunia kedua sebesar 12,1% pada 2005, menyusul perbaikan pasar tenaga kerja.

Angka pengangguran Jerman saat ini sebesar 6,8%, lebih rendah dari angka pengangguran zona euro sebesar 12,1%. Imbal obligasi 10 tahun Jerman adalah 1,94%, lebih rendah dibandingkan rata-rata imbal obligasi Inggris sebesar 2,92% dan utang AS 2,73%.

Berdasarkan data Organisasi Perdagangan Dunia, hampir setengah dari pertumbuhan pendapatan Jerman didapat dari ekspor senilai $239,8 miliar selama beberapa dekade yang membuat Jerman mengalami surplus eksternal terbesar secara absolut.    

“Jika kita tidak terus bereformasi, kita akan menjadi ‘sick man of Europe’ lagi dalam 5 hinga 10 tahun mendatang,” terang Joerg Asmussen anggota bank sentral Eropa pada 27 Agustus.

Menurut Christoph Kind, Kepala Alokasi Aset Frankfurt Trust di Frankfurt, sejauh ini Merkel telah menuai banyak manfaat dari reformasi Schroeder saat dia menekan negara-negara di pinggiran Eropa untuk mengadopsi kebijakan serupa.

“Jerman telah menuai banyak hasil dari kebijakan reformasi sementara negara-negara lain masih bergelut dengan isu reformasi struktural. Itu memang tidak akan bertahan lama tapi sejauh ini kita belum mencapai tingkat permasalahan yang akan memporak-porandakan reformasi,” lanjut Christoph Kind. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Sutarno
Terkini