Bisnis.com, JAKARTA - Pemegang saham PT Asuransi Jiwa Nusantara atau yang dikenal sebagai Nusantara Life dinilai perlu bertanggungjawab terkait penyelesaian kewajiban perseroan terhadap nasabah yang sampai sekarang belum selesai sepenuhnya.
Dira Mochtar, mantan Direktur Utama Nusantara Life, mengatakan pencabutan izin usaha perusahaan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu bukan berarti mengabaikan tanggungjawab terhadap konsumen.
“Kalau dilihat dari jumlahnya [kewajiban] begitu besar, pemegang saham tidak bisa menyelesaian kewajibannya secara sekaligus. Oleh karena itu, peran OJK diperlukan,” kata Dira, Selasa (24/9/2013).
Regulator dinilai perlu memediasi penyelesaian kewajiban ini secara bertahap. Karena kewajiban itu diperkirakan tidak dapat dibayarkan sekaligus, pembayaran sebaiknya terjadwal dan dicicil.
“[Pembayaran] itu disesuaikan dengan kemampuan pemegang saham itu sendiri. Jadi semacam ada komitmen. Seperti di bank juga ada seperti itu,” kata Dira yang sebelumnya pernah menjadi petinggi di Bank Internasional Indonesia.
Dira menilai persoalan yang perlu diselesaikan bukan hanya kewajiban terhadap nasabah, namun juga kewajiban terhadap karyawan. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, belum semua hak karyawan terpenuhi setelah mereka berhenti bekerja untuk Nusantara Life.
Sewaktu pencabutan izin usaha pada Juni 2013 karena masalah kesehatan keuangan, pihak regulator memperkirakan kewajiban perseroan ini mencapai Rp400 miliar, sedangkan aset yang tersisa Rp13 miliar.
Berdasarkan data regulator, pemilik saham mayoritas perusahaan ini adalah PT Rajawali Investment dengan porsi 88,29%, diikuti oleh PT Asuransi Bangun Askrida 5,38%, Dapenma Pamsi 2,18%, Dana Pensiun Pegawai BPD Bali 0,65%, Yayasan Marga Jaya 0,55%, Koperasi Karyawan Asuransi Jiwa Nusantara 0,02%, Yayasan Kesejahteraan BPD Sulteng 0,00% dan perorangan 2,94%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel