Turki Cabut Larangan Berjilbab

Bisnis.com,08 Okt 2013, 17:23 WIB
Penulis: Rustam Agus

Bisnis.com, ANKARA--Turki pada Selasa mencabut larangan bagi perempuan mengenakan jilbab di lembaga pemerintah dan mengakhiri pelarangan satu dasawarsa tersebut sebagai bagian dari perubahan untuk mendorong demokrasi.

Larangan yang berakar pada aturan 90 tahun lalu pada awal Republik Turki berdiri itu membuat perempuan tidak bisa bergabung sebagai pekerja sektor publik. Namun kaum sekularis melihat pencabutan larangan tersebut sebagai bukti bahwa pemerintah memaksakan agenda Islam.

Aturan baru itu, yang tidak berlaku untuk sektor peradilan dan militer, dimuat dalam lembaran negara dan berlaku segera di negara berpenduduk mayoritas muslim tetapi secara konstitusional adalah negara sekuler itu.

"Peraturan yang secara resmi mencampuri kebebasan cara berpakaian dan gaya hidup -sumber ketidaksetaraan, diskriminasi dan ketidakadilan di kalangan warga- sudah menjadi sejarah," kata Wakil Perdana Menteri Bekir Bozdag dalam kicauan Twitternya.

Debat seputar jilbab menimbulkan ketegangan antara kelompok elit religius dan sekuler, dan menjadi masalah utama dalam kehidupan publik di Turki.

Kritik terhadap Perdana Menteri Tayyip Erdogan menyebut partai AK yang dipimpinnya, yang berakar Islam berupaya mengikis fondasi sekuler negara republik yang didirikan diatas puing-puing teokrasi Ottoman oleh Mustafa Kemal Ataturk pada 1923.

Pendukung Erdogan, terutama di kawasan konservatif Anatolian mengatakan ia hanya memperbaiki keseimbangan dan mengembalikan kebebasan beragama bagi mayoritas penduduk Muslim.

Larangan itu dibuat berdasarkan dekrit kabinet sejak 1925 saat Ataturk memperkenalkan reformasi berpakaian yang bermaksud menghilangkan simbol agama berlebihan bagi pegawai negeri.

Pencabutan larangan itu merupakan bagian dari 'paket demokratisasi' yang diluncurkan Erdogan pekan lalu, tulis Reuters.

Program reformasi itu -sebagian besar ditujukan untuk mendukung hak-hak masyarakat Kurdi- termasuk perubahan sistem pemilihan umum, perluasan hak penggunaan bahasa serta izin bagi desa-desa untuk menggunakan nama asli Kurdi mereka.

Program tersebut juga mengakhiri kewajiban bagi sekolah dasar negeri untuk mengucapkan sumpah setia setiap awal pekan, yang merupakan sumpah yang sangat nasionalis, dan akan mulai berlaku Selasa.  (ra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini