Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan dunia usaha agar bea keluar sawit dikembalikan untuk membiayai program pengembangan komoditas bersangkutan sulit dikabulkan.
Pasalnya, sistem APBN di Indonesia, bea keluar diperlakukan sebagai instrumen penerimaan negara.
Seluruh penerimaan, termasuk bea keluar, masuk ke dalam kas negara untuk selanjutnya didistribusikan ke setiap kementerian/lembaga berdasarkan kebutuhan atau kinerja K/L bersangkutan.
“Pendanaan riset dan lain-lain harus kita cari solusinya. Tidak perlu bergantung pada APBN,” kata Menteri Koordinator Perekonomian dalam Konferensi Pengembangan Industri Minyak Sawit, Rabu (16/10/2013).
Pernyataan Hatta menanggapi permintaan Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) tentang alokasi anggaran untuk kegiatan yang berkaitan dengan kelapa sawit, yang disisihkan dari pengutipan bea keluar CPO.
Anggaran itu dapat diberikan kepada Kementerian Pertanian, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kesehatan dan bahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kendati menyadari bea keluar CPO yang sudah masuk ke dalam kas negara sulit dikembalikan secara langsung, Ketua Umum DMSI Derom Bangun meminta agar ada anggaran lebih pada tahun fiskal 2014 untuk kegiatan yang menyangkut kelapa sawit.
“DMSI dapat memberi saran dan masukan mengenai kegiatan yang sesuai tuntutan situasi,” kata Derom dalam kesempatan yang sama.
Hatta menjelaskan perusahaan sawit dapat menghimpun dana untuk membiayai kegiatan penelitian dan pengembangan (research and development) sehingga tak perlu bergantung pada APBN.
Apalagi, kegiatan itu nantinya memperoleh insentif pajak yang saat ini regulasinya masih digodok pemerintah.
Meskipun demikian, Hatta menuturkan pihaknya akan berbicara dengan Menteri Keuangan agar ada alokasi anggaran yang lebih besar untuk pengembangan sawit di Tanah Air.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel