Pembiayaan Syariah Bermasalah Cetak Rekor

Bisnis.com,18 Okt 2013, 00:00 WIB
Penulis: Donald Banjarnahor
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA--Rasio pembiayaan bermasalah industri perbankan syariah menembus 3,01% pada akhir Agustus 2013, yang merupakan posisi tertinggi  sejak 2011 lalu.

Rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) tersebut mengalami tren kenaikan dalam 3 bulan terakhir, setelah sempat membaik dari posisi Mei yang menyentuh 2,92%. 

Nominal NPF menembus Rp5,25 triliun dengan tingkat kolektif lima atau macet mencapai Rp2,55 triliun dan merupakan rekor baru. Sementara itu, pembiayaan industri perbankan syariah meningkat 39,69% menjadi Rp174,54 triliun dibandingkan dengan setahun lalu Rp124,95 triliun

Beny Witjaksono, Ketua Bidang Sosialisasi dan Komunikasi Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), mengatakan peningkatan NPF sulit dihindari oleh industri karena sebagian besar segmen pasar terkena dampak kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi

“Bank syariah yang bermain di konsumer terkena semua, baik di sepeda motor, pembiayaan pegawai, hingga pembiayaan rumah,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (17/10).

Di sisi lain, peningkatan NPF juga dikontribusi oleh pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga akibat inflasi tinggi. “Tidak mudah pengusaha kecil menaikan margin ketika inflasi tinggi. Mereka lebih memilih menunda pembayaran bank dan mendahulukan operasional,” ujar Beny yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Bank Syariah Mega Indonesia.

Meski demikian, dia menegaskan kondisi ini tidak terlalu mengkhawatirkan karena industri syariah pernah mengalami situasi yang mirip pada 2008—2009. “Teman-teman perbankan syariah sedang bekerja keras untuk mengendalikan NPF,” ujarnya.

Strategi yang dilakukan untuk menurunkan NPF dengan melakukan restrukturisasi, negosiasi pelunasan dipercepat ataupun pengalihan pembiayaan (take over) ke bank lain. “Bila nasabah sudah bisa beradaptasi dengan keseimbangan baru maka NPF akan menurun, bila tidak akan terus berlanjut hingga jaminan dijual,” ujarnya.

Imam T. Saptono, Direktur Bisnis PT BNI Syariah, mengatakan peningkatan NPF lebih bersifat temporer karena di sisi konsumsi kondisi inflasi yang tinggi dalam periode berjalan menurunkan daya beli masyarakat pada umumnya.

“Di sisi lain konsumen juga melakukan prioritas pengeluaran pada kebutuhan-kebutuhan pokok sehingga menunda pembayaran kewajiban pada bank,” ujarnya.

Sementara itu, lanjutnya di sisi produsen akan menurunkan omzet penjualan dan cenderung menunggu sambil memantau, “Mereka menunda ekspansi dan investasi,” tuturnya

Hingga akhir Agustus 2013, likuiditas industri perbankan syariah cenderung ketat dengan rasio intermediasi (LDR) di atas 100%. Dana pihak ketiga tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan dengan peningkatan 37,64% menjadi Rp170,22 triliun

Beny menambahkan likuiditas industri syariah akan tetap ketat dalam beberapa bulan ke depan guna menjaga tingkat profitabilitas. “Industri perbankan syariah tidak memiliki banyak instrumen dalam penyaluran dana. Kalau ditempatkan di SBSN [surat berharga syariah negara], maka kami akan rugi karena bagi hasilnyan di bawah biaya dana,” ujarnya.

Hingga akhir Agustus 2013, industri perbankan syariah mencatatkan total aset Rp223,5 triliun, meningkat 38,36% dibandingkan dengan setahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ismail Fahmi
Terkini