APHI Desak Pemerintah Kompak Lawan Kampanye Negatif LSM

Bisnis.com,23 Okt 2013, 06:47 WIB
Penulis: Asep Dadan Muhanda

Bisnis.com, PEKANBARU-  Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mendesak pemerintah harus kompak untuk melawan kampanye negatif yang selalu dihembuskan organisasi nonpemerintah (NGO) asing seperti Greenpeace yang ingin merusak produk-produk ekspor Indonesia.

"Pemerintah Indonesia di dalam negeri harusnya kompak dulu. Ini tidak, NGO asing terus serang HTI dan pemerintah sepertinya agak gamang gitu atau tidak tegar hadapi kampanye negatif," ujar Ketua Bidang Hutan Tanaman Industri APHI, Nana Suparna dihubungi dari Pekanbaru, seperti dikutip Antara.

 Menurut dia, antara pemerintah dan pelaku usaha terutama perusahaan dan NGO harus solid dalam mengembangkan Hutan Tanaman Industri (HTI), sehingga masing-masing pihak bisa saling mendukung dan memperbaiki kesalahan yang dilakukan.

“Kalau satu pihak menganggap HTI perlu, sedangkan NGO beranggapan tidak perlu karena dapat merusak lingkungan sekitar, maka susah jadinya. Sehingga HTI di Indonesia sulit untuk berkembang karena tidak solid atau kuat,” jelasnya.

Dia meminta para LSM atau NGO baik asing maupun lokal jika mengkritik harus mengacu pada  aturan dalam negeri saja, jika mempunyai tujuan sama yaitu memajukan negara Indonesia. Selama ini kritik yang disampaikan LSM asing selalu mengacu pada aturan negara-negara lain. Padahal, lanjutnya, setiap negara punya aturan sendiri.

Saat ini, pemerintah sudah mengeluarkan izin HTI untuk perusahaan dan dalam pelaksanaan di lapangan, tinggal dikontrol apakah pemanfaatannya sesuai aturan apa tidak.

"Antara aturan dan pelaksanaan lapangan, itu yang harus dikontrol. Saya harapkan NGO melakukan kontrol apakah berjalan atau tidak, bukan sebaliknya dengan menghembuskan kampanye negatif terhadap produk hasil hutan Indonesia seperti pulp dan kertas," katanya.

Berdasarkan data APHI, luas HTI yang dicadangkan pemerintah sekitar 10 juta hektare dengan 245 perusahaan. Dari jumlah total perusahaan tersebut yang sekarang aktif hanya sekitar 45%, sedangkan 55% tidak bekerja.

Menurutnya, perusahaan yang belum bekerja karena menghadapi berbagai persoalan rumit, mulai dari konflik seperti lahan yang diklaim milik masyarakat, adanya tumpang tindih antara kebun dan tambang. Selain itu persoalan modal kerja dan investasi juga masih dihadapi sejumlah perusahaan karena HTI membutuhkan modal yang besar untuk bangun infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, genset dan lain-lain.

         "Sudah ditanami itu sekitar empat juta hektare dan kebanyakan tersebar di Sumatera dan Kalimantan. Sebagian besar HTI dijadikan bahan baku untuk memproduksi industri pulp dan kertas," ucapnya. (ant/asd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Asep Dadan Muhanda
Terkini