Bisnis.com, BATAM – Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) memersoalkan tingginya biaya asuransi pelayaran yang melalui perairan Indonesia, khususnya di Selat Malaka, dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Bakorkamla menilai biaya asuransi pelayaran yang melalui perairan Indonesia seharusnya tidak jauh berbeda dengan Singapura dan Malaysia.
“Premi asuransi untuk perairan Indonesia itu tertinggi, untuk tahun ini sekitar US$42 per ton, sementara itu negara lain seperti Singapura itu hanya US$12, Malaysia hanya US$18 per ton,” ungkap Laksamana Madya TNI Bambang Suwarto saat Rapat Koordinasi Terbatas Bidang Operasi Satgas I Tim Korkamla Batam, Senin (11/11/2013).
Dia mengatakan perusahaan asuransi menerapkan tarif premi tinggi karena menilai perairan Indonesia, khususnya di Selat Malaka, sangat rawan dari tindakan pembajakan (piracy) kapal.
Dia menganggap tingginya tarif premi tersebut menjadi gambaran bagi para pengusaha pelayaran dan perdagangan bahwa Selat Malaka itu seolah-olah tidak aman.
“Yang namanya orang naik kapal mau ngambilin cat dari kapal itu dibilang piracy, padahal itu kan cuma pencurian ringan. Itu datanya masuk piracy, itu kita keberatan, kita selalu bikin nota protes,” paparnya.
Hampir setiap saat pencurian seperti itu terjadi di perairan Indonesia, khususnya kepada kapal-kapal yang sedang lego jangkar, tetapi dia memastikan bahwa tindakan itu bukan pembajakan.
“Kami tidak pernah mengakui itu piracy. Piracy kriterianya ada sendiri dalam perundang-undangan,” sambungnya.
Persoalan itu menurutnya menjadi salah satu faktor penyebab biaya tinggi bagi pelayaran yang melalui perairan Indonesia.
Lebih jauh dia memastikan Bakorkamla sendiri sejauh ini terus meningkatkan kinerja dan memerkuat koordinasi di antara 13 institusi yang berada di dalamnya.
Hasilnya, meskipun tidak menyebutkan data rinci, dia memastikan sepanjang tahun ini terjadi penurunan tindakan pelanggaran keamanan laut di perairan Indonesia.
“Pengamanan kita jalan terus. Itulah mengapa kami mengadakan rakor ini, terkait dengan isu-isu, termasuk pelanggaran wilayah, illegal fishing, dan people smuggling,” jelasnya.
Direktur Kepolisian Air (Dipolair) Polda Kepri Kombes Yasin Kosasih mengungkapkan pada tahun ini pihaknya belum menerima laporan adanya tindakan pembajakan kapal di Selat Malaka.
Menurutnya, sangat kecil kemungkinan pihak kepolisian di Provinsi Kepri tidak mengetahui bila ada pembajakan kapal di selat yang menjadi jalur pelayaran terpadat di dunia itu.
Dia menilai hal itu menjadi salah satu bukti bahwa Selat Malaka tidak tergolong rawan pembajakan karena selain mendapatkan pengawasan dari Indonesia, selat itu juga selalu dipantau otoritas terkait di Singapura dan Malaysia.
“Kalau ada kejadian di Selat Malaka tentu kita mendapat laporan karena kita juga selalu berkoordinasi dengan Bakorkamla. Seperti beberapa waktu yang lalu, Bakorkamla menangkap kapal dan diserahkan ke kami,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel