Jangka Waktu Sertifikasi Lahan Tak Jelas, Pengembang Rugi

Bisnis.com,26 Nov 2013, 21:47 WIB
Penulis: Oktaviano DB Hana
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Persatuan Perusahaan Realestate Indonesia (REI) mengakui jangka waktu yang tidak tentu pada proses sertifikasi lahan menjadi kendala utama dalam pengembangan properti.

Ketua Badan Pertimbangan Organisasi REI F. Teguh Satria menuturkan banyak di antara anggota asosiasi mengeluhkan permasalahan dalam pelayanan di bidang pertanahan.

Menurutnya, dua permasalahan yang umumnya dikeluhkan adalah mahalnya biaya dan tidak tentunya jangka waktu sertifikasi.

Dia menuturkan terutama kondisi ketidakjelasan waktu tersebut dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar dalam proses pengembangan.

“Banyak yang mengeluhkan kesertifikatan. Kasusnya ada dua, yaitu mahalnya biaya dan yang kedua adalah proses tidak jelas waktunya. Lebih baik harganya jelas, tetapi jelas waktunya,” katanya di sela-sela musyawarah nasional (Munas) asosiasi pengembang Realestate Indonesia ke-14, Selasa (26/11/2013).

Dia menyebutkan pemecahan sertifikat tanah dapat berlangsung hingga 6 bulan lamanya. Sementara itu, jelasnya, jangka waktu ideal proses administratif tersebut hanya selama 1 bulan.

Untuk itu, dia berharap Badan Pertanahan Nasional (BPN) dapat memberikan sebuah terobosan melalui regulasi yang mengatur kepastian jangka waktu sertifikasi.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN menuturkan permasalahan tersebut terkait dengan keterbatasan juru ukur yang akan memfasilitasi proses sertifikasi tersebut.

“Jumlah juru ukur terbatas. Jadi, perlu waktu untuk melakukan itu,” jelasnya.

Dia menjelaskan proses penambahan tenaga ahli tersebut juga membutuhkan waktu dan proses birokratif.

Menanggapi penjelasan tersebut, Teguh menuturkan kendala kekurangan tenaga juru ukur merupakan permasalahan klasik dalam sertifikasi. Dia mengusulkan agar BPN membentuk sebuah lembaga independen yang menyediakan tenaga ahli berlisensi.

“Kendala kekurangan tenaga. Saya dengar dari dulu problemnya memang juru ukur. Tapi kan mestinya, bisa dicarikan solusi. Jadi masalah juru ukur itu kan bisa independen. Bentuk dong lembaga atau juru ukur independen yang berlisensi. Jadi kita bisa mengukur dengan menggunakan jasa lembaga-lembaga tersebut,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Sepudin Zuhri
Terkini