Bisnis.com, JAKARTA - PT Lion Mentari Airlines, yang lebih dikenal sebagai Lion Air, meminta ganti rugi sebesar Rp500,25 miliar sebagai bagian gugatan baliknya kepada biro perjalanan PT Kharissa Permai Holiday.
Dalam berkas yang diperoleh Bisnis, Kamis (5/12), pihak Lion Air menilai gugatan Kharissa Permai diajukan tanpa bukti dan dasar hukum yang jelas. Sehingga, menimbulkan kerugian bagi maskapai penerbangan tersebut.
Pihak Kharissa Permai dinilai memunyai maksud dan tujuan tidak baik. Hal ini ditunjukkan oleh tindakan biro perjalanan tersebut yang memberitahukan gugatannya kepada sejumlah media online. Perbuatan itu diklaim memberi dampak buruk bagi kelangsungan bisnis penerbangan mereka.
Tindakan itu dipandang tidak pantas dilakukan karena telah menuding Lion Air melakukan perbuatan melawan hukum, padahal kenyataannya tidak benar.
Maskapai penerbangan yang berdiri sejak 1999 ini mengungkapkan telah mengalami kerugian materil sebesar Rp250 miliar. Jumlah itu untuk biaya transportasi, akomodasi, konsumsi, serta biaya surat dan telepon.
Mereka juga meminta ganti rugi imateril senilai Rp500 miliar. Kompensasi ini untuk kerugian waktu, tenaga, pikiran, dan penilaian masyarakat yang bersifat negatif terhadap Lion Air.
Selain itu, pihak Lion Air menegaskan tidak memunyai hubungan hukum dengan Kharissa Permai karena tidak pernah melakukan transaksi bisnis dengan mereka. Tiket menuju Jeddah, yang menjadi objek perselisihan, dibeli Kharissa Permai dari PT Lindajaya Tour & Travel.
Oleh karena itu, Lion Air menyatakan Kharissa Permai tidak punya legal standing dan gugatannya kurang pihak lantaran tidak menyertakan Lindajaya.
Tergugat melanjutkan berdasarkan Pasal 1 butir 27 dan Pasal 140 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, tiket adalah bukti perjanjian antara penumpang dan pengangkut. Pengangkut adalah maskapai penerbangan, sedangkan penumpang yaitu orang yang tercantum dalam tiket atau boarding pass.
Namun, dalam perkara ini sama sekali tidak ada penumpang, baik dalam tiket maupun boarding pass, yang tertera atas nama Kharissa Permai.
Dalam perkara ini, Lion Air diwakili kuasa hukumnya Harris Arthur Hedar, Achmad Fauzan, Nusirwin, dan Nancy Syavois Allen Wondal dari kantor hukum Arthur Misy'al & Associates.
Atas gugatan balik ini, kuasa hukum Kharissa Permai Ngurah Anditya Ari Firnanda mengaku heran. "Pada intinya, kami mempertanyakan rekonvensi ini. Untuk keseluruhannya, kami masih pelajari dulu karena dari Ditjen Perhubungan [Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan] belum berikan jawaban," paparnya kepada Bisnis, Kamis (5/12).
Ditjen Perhubungan Udara disertakan sebagai tergugat II dalam perkara ini.
Ngurah menilai ganti rugi imateril itu sulit dicari dasarnya. Apalagi, pihaknya lah yang dirugikan dan terpaksa mencari penerbangan pengganti dengan jangka waktu yang sempit.
Mengenai pemberitaan di media, dia menegaskan tidak ada kesengajaan untuk mencemarkan nama baik Lion Air. "Rekan-rekan media sudah lihat sendiri dari berkas gugatan. Jangan logikanya dibalik-balik. Kami yang dirugikan, kok kami yang digugat?" tanya Ngurah.
Sidang selanjutnya dijadwalkan digelar Kamis pekan depan dengan agenda jawaban dari Ditjen Perhubungan Udara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel