Ekspor Mineral Disetop, Indonesia tak Lagi Menjadi Pengendali Pasar

Bisnis.com,10 Des 2013, 01:12 WIB
Penulis: Inda Marlina
/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Jenis nikel sulfat yang banyak ditambang oleh perusahaan tambang Eropa dikhawatirkan akan menguasai pasar nikel bila ekspor bijih mineral dari Indonesia disetop total per Januari 2014.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Agus Suhartono mengatakan jenis nikel dari Indonesia saat ini tengah menguasai pasaran nikel di dunia. Bila penyetopan ekspor total dilakukan, maka Indonesia tidak bisa lagi menjadi pengendali pasar.

"Katakanlah sekarang dihentikan, maka 2-3 tahun lagi tren pasar akan berubah, posisi Indonesia sebagai pengirim bahan berkualitas akan diganti negara lain," ujarnya, Senin (9/12/2013).

Agus menambahkan negara-negara yang juga sudah memiliki industri hilir mineral seperti Australia juga tetap mengekspor bijih mineral agar tetap bisa mengikuti dan mengendalikan tren pasar. Bijih mineral di Indonesia terutama nikel, bijih besi, dan bauksit merupakan bahan utama yang diperhitungkan di dunia.

Selama ini, Indonesia merupakan pemasok terbesar komoditas nikel. Meski diharuskan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bijih, pemerintah lebih baik mengendalikan produksi dan ekspor tambang.

Terkait dengan penyetopan ekspor tersebut, perusahaan Agus sendiri, Ibris Nikel Lte Ptd tetap konsisten membangun smelter di Konawe, Sulawesi Tenggara. Hasil dari smelter Ibris adalah nikel pig iron (NPI) berkadar 10%-12%. Pihaknya konsisten karena telah mengadakan perjanjian dengan perusahaan China.

Mengenai pasokan bijih, pihaknya menyatakan tetap akan wait and see dengan keputusan pemerintah tahun depan. Perusahaan tambang yang telah berkomitmen membangun smelter menurutnya tetap konsisten karena telah memiliki investasi yang tetap.

Direktur Utama PT Bintang Smelter Indonesia Harrison Iyawan juga mengatakan hal senada dalam pembanguan smelter. Dia menyatakan pihaknya tetap konsisten membangun pabrik pemurnian dan pengolahan bijih nikel menjadi NPI berkadar 10% di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Namun, Harrison juga masih menunggu keputusan pemerintah selanjutnya mengenai pelarangan eskpor. Pasalnya, pasokan bijih nikel dari BSI berasal dari perusahaan berbeda yaitu PT Ifishdeco dan PT Tekindo.

"Kami masih wait and see, jadi masih menunggu keputusannya bagaimana," imbuhnya.

Wakil Direktur Reforminer Institue Komaidi Notonegoro berpendapat akibat penghentian ekspor pasti berdampak pada defisit pemasukan negara. Oleh sebab itu, pemerintah harus memiliki terobosan agar perusahaan tambang tetap bertahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Sepudin Zuhri
Terkini