Aturan PKBL Menteri BUMN Diusulkan untuk Direvisi

Bisnis.com,12 Des 2013, 19:27 WIB
Penulis: Ringkang Gumiwang
Bisnis.com, JAKARTA — Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-8/MBU/2013 yang baru ditetapkan pada 10 September 2013 yang lalu, perlu direvisi mengingat adanya benturan antara pasal yang ada di dalam aturan tersebut.
 
Senior General Manager Finance Billing and Collection Center PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. M Wisnu Adji mengatakan aturan PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) yang baru sudah sesuai dengan kondisi saat ini, dan dapat diimplementasikan.
 
“Kami kira implementatif karena tidak ada unit pengelola PKBL, dan pembukuannya pun jelas karena dana PKBL akan menjadi beban atau biaya. Dengan adanya aturan baru ini juga, perlakuan dana PKBL jadinya seperti corporate sosial responsibility (CSR) biasa,” ujarnya hari ini, Kamis (12/12/2013).
 
Namun demikian, lanjutnya, masih terdapat hal yang mengganjal yakni dari pasal 9 ayat 5 PER-8/MBU/2013 menyebutkan, dana PKBL yang berasal dari anggaran yang diperhitungkan sebagai biaya, disetorkan ke rekening PKBL selambat-lambatnya 45 hari setelah penetapan.
 
Apabila mengacu pada ayat itu, menurutnya, justru menimbulkan adanya unit yang mengelola dana PKBL. Padahal, lanjutnya, apabila dana PKBL sudah menjadi beban, tidak perlu ada setoran ke pihak lain karena dana itu kini menjadi bagian dari mekanisme cash flow perseroan.
 
“Artinya setoran itu sebenarnya ke siapa, kalau memang dana PKBL sudah menjadi beban atau biaya, ya sudah kami lah yang mengelola dana PKBL, itu tidak bisa dipisahkan. Selain itu juga apabila beban tersebut dicatatkan dalam pembukuan tentunya harus terealisasi dulu,” ujarnya.
 
Oleh karena itu, dia mengusulkan untuk menghilangkan saja pasal 9 ayat 5 tersebut. Selain akan berbenturan dengan pasal lainnya, lanjutnya, pasal tersebut juga akan menimbulkan masalah lainnya, atau malah jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
 
Dia mengaku pihaknya akan segera mengusulkan revisi peraturan menteri BUMN Nomor PER-8/MBU/2013 tersebut ke Kementerian BUMN. Menurutnya, revisi tersebut bisa saja terjadi mengingat aturan tersebut masih dalam tahap transisi.
 
Sementara itu, Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) Rosita Uli Sinaga belum dapat menanggapi banyak terkait usulan penghapusan pasal 9 ayat 5 dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-8/MBU/2013.
 
“Saat ini, saya belum bisa komentar banyak, tetapi saya kira mungkin usulan tersebut bukan dilihat dari accounting perspektif, namun lebih kepada masalah antara perusahaan BUMN dengan Kementerian BUMN,” ujarnya.
 
Seperti diketahui, Badan Akuntanbilitas Keuangan Negara (BAKN) mengungkapkan sebagian besar BUMN pun belum memiliki tata kelola atau good corporate governance yang baik. Hal tersebut terlihat dari banyaknya kasus penyimpangan keuangan negara di lingkungan BUMN.
 
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK semester I/2013 terungkap terdapat 21 obyek pemeriksaan terkait BUMN. Dari penelaahan LHP itu, BAKN menemukan ada sebanyak 510 kasus penyimpangan keuangan negara.
 
Jenis pemeriksaan yang dilakukan BAKN adalah pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang mencakup tiga ruang lingkup pemeriksaan, a.l pertama, terkait dengan pelaksanaan subsidi atau kewajiban pembayaran umum.
 
Kedua, terkait operasional BUMN. Dan ketiga, terkait pengelolaan pendapatan, biaya, investasi hingga dana PKBL. Adapun, LHP semester I/2013 juga menyebutkan kekurangan penerimaan di BUMN mencapai Rp2,6 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Sutarno
Terkini