2 Perusahaan Keuangan ini Menghilang Setelah Divonis oleh OJK (1)

Bisnis.com,04 Feb 2014, 11:38 WIB
Penulis: Yodie Hardiyan
Ilustrasi/bloomberg businessweek/created YUS

Bisnis.com, JAKARTA - SENIN (3/1/2014) siang, gerai 7-Eleven di Jalan Gunung Sahari Raya No 57-H, Jakarta Pusat, ramai pengunjung. Sejumlah anak muda tampak kongkow di tempat tersebut. Tak terlihat ada kantor di bangunan tersebut.

Adalah PT Cahyagold Prasetya Finance yang mengklaim berkantor di alamat gerai tersebut. Di sampingnya hanya ada kantor PT Lamindo Sakti (No.57 C-D) dan Pompa Ebara (No.57 E-F-G).

Bisnis mencoba mengelilingi sejumlah bangunan di kompleks pertokoan tersebut. Namun, kantor Cahyagold tak juga ketemu. Di situ hanya terdapat sebuah kantor penyedia bantuan hukum.

Sejumlah warga yang ditemui di kawasan sekitar itu mengatakan Cahyagold sudah lama tidak berkantor di sana. Namun, mereka tidak ingat persis sejak kapan dan ke mana Cahyagold pindah. “Sudah lama nggak ada di sini,” kata seorang warga.

Berdasarkan informasi terakhir Cahyagold berpindah alamat ke Jatinegara, namun Bisnis belum berhasil mencek kebenaran alamat kantor baru perusahaan tersebut.

Cahyagold adalah salah satu perusahaan pembiayaan yang dikenai sanksi pembekuan kegiatan usaha (PKU) oleh OJK sejak diberi surat bernomor S-367/NB/2/2013 tanggal 30 Desember 2013.

Dalam keterangan resmi yang dipublikasikan di situs regulator disebutkan OJK memberi sanksi kepada Cahyagold karena dinilai tidak memenuhi ketentuan pasal 11, pasal 28 ayat 1 dan pasal 32 PMK No.84/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.

Dalam pasal 32 regulasi itu disebutkan pemindahan alamat kantor pusat atau kantor cabang perusahaan pembiayaan wajib dilaporkan kepada menteri selambatnya 15 hari sejak kepindahan disertai dengan bukti penguasaan gedung kantor.

Adapun, pasal 11 regulasi itu menyebutkan perusahaan pembiayaan wajib memiliki piutang pembiayaan minimal 40% dari total aktiva. Sementara itu, pasal 28 ayat (1) menyebutkan multifinance wajib punya modal sendiri minimal 50% dari modal disetor.

Mengacu kepada pasal 44 dari PMK No.84/2006, sanksi PKU itu diberikan secara tertulis untuk jangka waktu 3 bulan dan melarang perusahaan melakukan kontrak pembiayaan baru. Dengan demikian, apabila hingga akhir Maret 2014 Cahyagold tidak dapat membenahi diri, regulator dapat mencabut izin usahanya.

Selain itu, Cahyagold juga dinilai tidak memenuhi ketentuan pasal 4 ayat 5 PMK No.30/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non-Bank yang mengatur mengenai sejumlah hal terkait knowing your customer.

Transaksi dengan Modern Internasional

Informasi mengenai perusahaan ini yang tersedia di laman Internet cukup minim. Salah satu yang ditemukan Bisnis mengenai transaksi Cahyagold dengan PT Modern Internasional Tbk, pemilik gerai 7-Eleven, yang dipublikasikan dalam laporan keuangan perseroan per 31 Desember 2012.

Dalam laporan tersebut disebutkan, emiten berkode saham MDRN mengambil alih 5,9 juta saham PT Swadaya Mitra Serasi dari Cahyagold dengan nilai Rp6,82 miliar setelah RUPS digelar pada 2 Desember 2010. Namun, tak dijelaskan atas dasar apa pengambilalihan perusahaan itu.

Modern Internasional juga tercatat memiliki piutang dengan Cahyagold senilai Rp704 juta pada 2012. Modern Internasional memiliki anak usaha PT Modern Putra Indonesia yang mengelola bisnis 7-Eleven. Tak ada keterangan mengenai jenis piutang.

Cahyagold sebenarnya salah satu perusahaan multifinance yang mempelopori lembaga keuangan nonbank untuk masuk Sistem Informasi Debitur, yang dikelola Bank Indonesia, bersama enam perusahaan lainnya.

Dalam kesempatan terpisah, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank II OJK Dumoly Pardede mengatakan pihaknya sudah menemui pemilik modal dari Cahyagold. “Mereka sudah nggak sanggup [memenuhi modal],” katanya. (BERSAMBUNG)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yusran Yunus
Terkini