Bisnis.com, JAKARTA – Properti merupakan salah satu instrumen investasi yang dianggap sebagai safe haven, namun seringkali seseorang terganjal masalah dana ketika ingin memulainya.
Fitriavi Noeriman, perencana keuangan dari QM Financial, mengatakan sebenarnya ada strategi untuk menyiasati minimnya modal ketika ingin berinvestasi di sektor properti.
Yang pertama adalah memilih rumah atau apartemen yang masuk kategori low end, sehingga masih terjangkau kocek.
Setelah itu, pilih lokasi yang tepat. Caranya adalah dengan memperhatikan lingkungan sekeliling rumah atau apartemen itu, apakah ada universitas, perkantoran, dan sebagainya. Cari tahu juga rerata tingkat okupansi di daerah tersebut, bukan dari tim sales pengembang, tapi secara mandiri.
Dia bahkan menyarankan untuk memilih daerah di luar Jakarta seperti Ciputat, Bandung, dan Bintaro, yang masih relatif terjangkau.
Pengembang, kontraktor, dan tim manajemen yang terlibat dalam proyek properti tersebut juga harus menjadi salah satu pertimbangan.Sebab, jika asal memilih, bisa saja muncul masalah di kemudian hari seperti proyek terlambat selesai atau spesifikasi tidak sesuai.
“Kemudian pilih cara pembayarannya dengan mencicil, dan kalau bisa ambil tenor yang cukup lama, sehingga tidak memberatkan cash flow keuangan bulanan kita. Maksimal utang itu 30% dari pendapatan bulanan,” katanya saat dihubungi Bisnis, Jumat (7/2/2014).
Dia menambahkan, meskipun saat ini Bank Indonesia telah memberikan aturan bahwa uang muka yang harus disetor minimal 30% dari nilai properti, banyak pengembang memberi keringanan dimana DP itu bisa dicicil hingga 6 kali.
Jika sudah menentukan cara pembayaran, calon investor bisa memutuskan apakah dia akan menyewakan propertinya itu ala tuan tanah atau sekedar profit gain.
Sebagai gambaran, jika kita membeli apartemen sebelum bangunannya jadi secara total, dan kemudian menjualnya ketika sudah beroperasi, margin-nya bisa 200%.
Sementara itu, dia menambahkan, terkadang ada orang yang berinvestasi properti dengan membangunnya sendiri. Dengan kata lain, tidak membeli bangunan yang sudah jadi. Mengenai hal ini, Fitriavi berpendapat, agak kurang efisien.
“Sebab kalau kita membangun rumah sendiri, seringnya ingin menambahkan ini itu, sehingga ada kecenderungan over budget. Jangan lakukan ini jika dana terbatas, dan jika ada budget, tambahkan 30% dari perencanaan semula untuk antisipasi,” jelas Fitriavi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel