Lalai, BPR Restu Artha Didenda OJK

Bisnis.com,12 Mar 2014, 15:51 WIB
Penulis: Pamuji Tri Nastiti
Ilustrasi

Bisnis.com, SEMARANG--Sebuah bank perkreditan rakyat di Semarang dikenai sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan karena kelalaian yang dilakukannya.

OJK Kantor Regional IV Jawa Tengah – DI Yogyakarta memberikan sanksi administrasi berupa denda Rp275.000 atas kelalaian PT BPR Restu Artha Makmur (RAM) terkait  pelaporan sistem informasi debitur atau SID.

Kelalaian SID BPR RAM mencuat bersamaan dengan laporan nasabah Ranggoini Jahya yang membawa nama suaminya Hendro Rahtomo selaku debitur bank yang berpusat di Semarang itu saat meminta perlindungan konsumen ke OJK Jakarta (5/3/2014).

Kepala OJK Regional IV Y Santoso Wibowo memastikan telah menindak BPR RAM melalui sanksi denda dan telah dibayarkan pihak yang bersangkutan pada awal tahun.

“Soal kelalaian SID sudah kami kenakan denda administrasi, sementara terkait pelaporan nasabah sebenarnya tidak terkait dengan BPR, karena kredit sudah dilunasi oleh nasabah,” kata Santoso kepada Bisnis, Rabu (12/3/2014).

Menyoal kasus yang bergulir, Santoso menilai jual beli aset yang sebelumnya merupakan agunan kredit telah melalui prosedur, melibatkan notaris yang diduga telah disepakati nasabah dengan pembeli aset.

“Mungkin nasabah tidak puas dengan hasil penjualan agunan, tetapi penjualannya itu sudah sesuai prosedur,” lanjut Santoso.

Direktur BPR RAM Gunawan Pramodo berdalih permasalahan SID itu terjadi pada 2012 ketika pihak Bank Indonesia mengalami crash programme data debitur untuk semua data BPR dan Bank Umum.

Kendati demikian, SID nasabah BPR RAM termasuk Hendro Rahtomo tidak segera dilaporkan kepada BI hingga akhir 2013.

Pada 21-24 Januari 2014, OJK Regional IV telah melakukan pemeriksaan dan RAM dinyatakan melakukan kesalahan administrasi.

“Tidak masuknya SID nasabah, waktu itu BI sudah tahu, soal ini kami tidak melakukan kesengajaan dan data baru sudah di-update,” ujar Gunawan.

Komisaris BPR Restu Grup Widarto menyatakan data nasabah secara rutin telah dilaporkan ke OJK sehingga SID yang ada saat ini bukan rekayasa.

Ia berharap nasabah meminta konfirmasi soal SID kepada bank yang bersangkutan.

“Pelaporan data bank setiap bulan rutin disampaikan ke BI-OJK, untuk kelalaian SID kami bahkan kena denda administratif Rp275.000,” tutur Widarto.

Widarto bersikukuh pihaknya telah menjalani prosedur pendataan debitur dengan baik dan mengakui kelalaian administrasi laporan SID ke OJK.

“Soal kredit (Hendro Rahtomo) bukan fiktif, justru kalau SID saat itu terlacak, yang bersangkutan ketahuan kredit macet dan saat mengajukan kredit akan diragukan,” tegas Widarto.

Sementara mengenai pengajuan pihak ketiga sebagai pembeli aset agunan, BPR mengklaim tidak ada keterkaitan, dan hanya ketempatan lokasi penandatanganan akta notaris jual beli aset karena statusnya sebagai agunan kredit.

“Akhir Februari bisa menyelesaikan Rp1,275 miliar sekaligus pihak bank menyerahkan sertifikat aset yang diagunkan. Urusan kredit dengan kami selesai. Urusan jual beli aset itu diluar kepentingan kami,” kata Direktur Utama Winarko.

Winarko mengatakan, sebelumnya dalam perjanjian kredit dengan pihak BPR RAM pihaknya telah mengeluarkan surat perjanjian kredit dan surat pengakuan utang yang dibuat berurutan 11-12 Desember 2011.

Kairul Anwar, Kuasa Hukum pembeli aset W dan M, mengatakan prosedur jual beli dilalui tanpa kendala dan dibacakan di depan notaris.

Sedangkan saat transaksi yang diatasnamakan pihak lain merupakan kesepakatan pembeli yang berstatus suami istri tanpa perjanjian pemisahan aset antarkeduanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini