Majelis Hakim Tolak Nota Keberatan Akil Mochtar

Bisnis.com,13 Mar 2014, 20:24 WIB
Penulis: News Editor
Akil Mochtar memakai rompi tahanan KPK/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA-- Majelis hakim di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta menolak permohonan nota keberatan terdakwa kasus dugaan pemberian suap dan tindak pidana pencucian uang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

"Keberatan atau eksepsi terdakwa dan tim penasihat hukum terdakwa M Akil Mochtar tidak dapat diterima dan menyatakan pengadilan Tipikor Jakarta Pusat berwenang mengadili seluruh dakwaan," kata Ketua Majelis Hakim Suwidya dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/2/2014).

Akil sebelumnya menyatakan keberatan terhadap surat dakwaannya yang dianggap sebagai skenario untuk menjadikan mantan politisi Partai Golkar tersebut sebagai penjahat, bahkan sejak masih menjabat sebagai anggota DPR 1999-2004.

"Majelis hakim berpendapat yang diajukan terdakwa tidak cukup alasan untuk dikabulkan, oleh karenanya eksepsi tidak dapat diterima, maka pemeriksaan perkara ini dilanjutkan hingga tahap akhir," tegas Suwidya.

Akil juga mengaku keberatan dengan dugaan tindak pidana pencucian uang yang didakwakan kepadanya karena menilai jaksa KPK tidak berwenang menuntut tindak pidana pencucian uang.

Namun dua anggota majelis hakim, yaitu hakim 3 I Made Hendra dan hakim 4 Joko Subagio menyetujui keberatan Akil mengenai tidak berwenangnya jaksa KPK menuntut tindak pidana pencucian uang karena menilai penuntut umum yang berwenang untuk melakukan penuntutan kasus TPPU adalah jaksa yang berada di bawah jaksa agung atau kepala kejaksaan tinggi.

"Sedangkan jaksa KPK tidak termasuk di bawah jaksa agung atau kepala kejaksaan tinggi, sehingga wewenang penuntutan TPPU harus diserahkan ke kejaksaan negeri setempat untuk dilakukan TPPU," paparnya.

Menurut Made Hendra, dalam UU no 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tidak diatur siapa yang dimaksud dengan penuntut umum dalam perkara TPPU, sehingga merujuk pada pasal 13 UU No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penuntutan yang berada di bawah Kejaksaan Agung.

KPK mendakwa Akil menerima Rp63,315 miliar sebagai hadiah terkait pengurusan sembilan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di MK, Rp10 miliar dalam bentuk janji untuk satu sengketa pilkada, serta pencucian uang dengan menyamarkan harta sebesar Rp161 miliar pada 2010-2013 dan harta sebanyak Rp22,21 miliar dari kekayaan periode 1999-2010.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ismail Fahmi
Terkini