Bisnis.com, JAKARTA--- Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, AAJI, menemukan tiga indikasi pelanggaran kode etik keagenan yang dilakukan agen perusahaan asuransi jiwa di Indonesia sepanjang 2013.
Indikasi pelanggaran kode etik agen perusahaan asuransi jiwa di Indonesia sepanjang 2013 itu seperti pembajakan agen oleh perusahaan asuransi lain hingga ketidakpatuhan terhadap masa tunggu enam bulan sebelum pindah ke perusahaan baru.
“Kita terima sekitar 3 pelanggaran,” kata Benny Waworuntu, Direktur Eksekutif AAJI, akhir pekan lalu.
Benny mengatakan pihaknya berupaya untuk mencegah terjadinya pembajakan agen atau poaching.
Pembajakan agen pada dasarnya tidak menjadi masalah apabila dilakukan dengan cara yang masih diperbolehkan oleh aturan.
Praktek poaching tersebut dapat menjadi masalah apabila agen yang telah pindah ke perusahaan asuransi lain melakukan praktik pemidahan polis nasabah atau twisting dari perusahaan lama.
Praktik twisting yang dilakukan agen dianggap merugikan nasabah.
Kendati demikian, pembuktian atas praktik twisting sulit dilakukan.
“Dengan twisting, pemegang polis dirugikan. Harus mulai dari nol lagi dan sebagian uang juga bisa hilang,” kata Benny.
Benny mengatakan pelanggaran atas kode etik keagenan bisa dikenai sanksi berupa sanksi administratif hingga denda uang.
Berdasarkan catatan Bisnis, denda terhadap pelanggaran kode etik mencapai ratusan juta rupiah.
Pembayaran denda itu dilakukan oleh perusahaan asuransi jiwa kepada AAJI.
Dalam praktiknya, bukan tidak mungkin denda itu dibebankan oleh perusahaan kepada agen yang melakukan pelanggaran.
Sebagai gambaran, AAJI memiliki Standar Praktek dan Kode Etik Perusahaan Asuransi Jiwa (SPKE).
Kode etik itu tidak boleh dilanggar oleh para agen yang bekerja memasarkan produk asuransi jiwa milik perusahaan di Indonesia.
Selain itu, dalam pengaturan agen, regulator juga memiliki KMK No.426/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Dalam pasal 38 beleid itu disebutkan perusahaan asuransi dilarang memperkerjakan agen yang masih terikat perjanjian keagenan dengan perusahaan lain kecuali yang bersangkutan telah mengakhiri perjanjian minimal enam bulan.
Terkait kode etik tersebut, Benny mengatakan AAJI terus mengimbau kepada para anggota untuk terus patuh. “Kita kan selalu ingatkan, kode etik itu dibikin oleh semua anggota, kita semua sepakat untuk melakukan itu,” katanya.
Saat ini, agen merupakan tulang punggung pemasaran produk asuransi jiwa.
Sepanjang 2013, jumlah agen telah mencapai 356.731 orang atau tumbuh 17,7% dibandingkan dari 303.115 orang pada 2012.
Jumlah tersebut diharapkan terus meningkat hingga 540.000 orang pada tahun depan.
Hendrisman Rahim, Ketua AAJI, mengatakan pihaknya optimistis dapat menggapai target itu.
“Hal itu didukung rata-rata pertumbuhan tenaga pemasar dalam tiga tahun terakhir yang mencapai 23,1% sehingga akan ada semakin banyak tenaga pemasar profesional yang dapat memberikan edukasi ke seluruh pelosok Indonesia,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel