BM KAKAO: Ini Dampak Negatif Penghapusan

Bisnis.com,15 Apr 2014, 18:31 WIB
Penulis: Wike Dita Herlinda
Pengusaha perkebunan kakao menjerit lantaran BM impor biji kakao dihapus oleh pemerintah/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA — Rencana penghapusan bea masuk (BM) biji kakao dikhawatirkan dapat memicu penurunan produktivitas dan daya saing petani kakao dalam negeri.

Ketua Umum DPP Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang rencana tersebut dan memperhitungkan efek sampingnya. Apalagi, menurutnya, ide menolkan bea masuk itu digagas hanya oleh sebagian pemain.

“Kalau BM dijadikan nol, siapapun akan lebih suka [biji kakao] impor, karena mendapatkannya sangat gampang, tinggal hubungi trading house yang besar, langsung datang berkapal-kapal, kualitasnya lebih bagus, dan mengklaimnya mudah. Makanya, mereka enggak mau beli dari [produsen] lokal karena prosesnya lebih rumit,” katanya, Selasa (15/4).

Dia memaparkan kualitas kakao impor lebih bagus karena telah melalui proses fermentasi. Di samping itu, petani kakao asing telah terstandar. Sebelum memikirkan penghapusan BM, lanjutnya, yang lebih penting adalah bagaimana meningkatkan mutu biji kakao domestik.

“Penuhi dulu aturan-aturan SNI, buat mutu yang baik dan lakukan fermentasi. Apa mau, dinolkan tarifnya, lalu semua menyerbu ke Indonesia sehingga petani kita rugi sendiri? Kasus ini sudah terjadi pada kedelai, sehingga produksinya terus turun. Kita tidak mau kakao jadi seperti itu.”

Sekadar catatan, Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Menurut data Kementerian Pertanian, produksi bersih kakao nasional pada 2010 mencapai 837.918 ton.

Angka tersebut terus merosot menjadi  712.231 ton pada tahun berikutnya. Tahun lalu, produksi bersih kakao nasional kian menyusut menjadi sekitar 450.000 ton. Askindo memprediksi produksi tahun ini akan menyentuh sekitar 425.000 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Martin Sihombing
Terkini