Perdagangan Dunia: WTO Revisi Naik Pertumbuhan Tahun Ini

Bisnis.com,15 Apr 2014, 19:27 WIB
Penulis: Amanda Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — World Trade Organization (WTO) memproyeksi pertumbuhan perdagangan dunia mencapai 4,7% tahun ini, lebih dari dua kali lipat dibandingkan 2013 yaitu 2,1%. Tetapi, tetap saja pertumbuhannya di bawah rata-rata 20 tahun terakhir sekitar 5,3%.

Laporan WTO yang dipublikasikan Senin (14/4) telah merevisi naik pertumbuhan perdagangan dunia menjadi 4,7% tahun ini dari estimasi sebelumnya 4,5%.

Organisasi ekonomi di bawah Persatuan Bangsa Bangsa ini juga optimistis perdagangan dunia mampu terakselerasi lagi menjadi 5,3% pada 2015.

“Perdagangan dunia menunjukkan kemerosotan selama dua tahun terakhir. Jika melihat data yang ada, maka kami [WTO] memperkirakan pertumbuhan yang moderat pada tahun ini dan kemudian kembali terangkat pada 2015,” kata Roberto Azeyedo, Direktur Umum WTO di Geneva, Senin (14/4/2014).

Azeyedo menambahkan risiko perlambatan ekonomi di negara maju memang telah berkurang, tetapi semakin terlihat di negara berkembang. Apalagi, berakhirnya quantitave easing (QE) dan penaikan suku bunga acuan telah mengakibatkan volatilitas pasar keuangan. 

International Monetary Fund sempat memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,6% tahun ini dan 3,9% pada 2015. 

Sebelumnya IMF optimistis pertumbuhan ekonomi dunia bakal mencapai 3,7%.
 
Turunnya laju pertumbuhan perdagangan dunia pada 2013 disebabkan kombinasi permintaan impor yang datar yaitu -0,2%  di negara maju dan laju moderat terhadap pertumbuhan impor di negara berkembang sekitar 4,4%.
 
Pada sektor ekspor, baik negara maju dan berkembang hanya mencatatkan kenaikan tipis, 1,5% di negara maju dan 3,3% di negara berkembang.

Untuk kategori volume, organisasi tersebut mencatat ekspor barang dunia tumbuh 2,1% pada tahun lalu.

Penaikan perdagangan barang-barang dunia juga mencapai 2,3% pada 2012.
 
WTO menjelaskan beberapa faktor lain yang juga berkontribusi terhadap penurunan pertumbuhan perdagangan dunia pada tahun lalu.

Faktor tersebut meliputi dampak resesi Uni Eropa, tingginya angka pengangguran di kawasan euro (tidak termasuk Jerman), dan ketidakpastian pemberlakuan tapering off oleh The Fed, bank sentral Amerika Serikat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini