Perekonomian Nasional: Peta Politik Bergeser, Pasar Fluktuatif

Bisnis.com,16 Apr 2014, 19:23 WIB
Penulis: Muhammad Abdi Amna
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA—Momentum demokrasi yang baru dimulai dengan pemilu legislatif pada 9 April 2014 lalu menghasilkan penghitungan cepat (quick count) yang menunjukan berbagai pergeseran peta politik Indonesia.

Menurut Tigor M. Siahaan, Citi Country Officer Indonesia, di tengah tahun politik ini, ekonomi Indonesia sedang berada di titik persimpangan yang dipenuhi oleh tantangan dan kesempatan.

“Ekonomi Indonesia memiliki potensi untuk terus bertumbuh menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia. Namun, hal tersebut tidak akan bisa dicapai tanpa pengelolaan yang baik,” kata Tigor dalam keterangan resmi, Rabu (16/4/2014).

Tigor menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak bisa berdiri secara independen melainkan banyak bersentuhan dengan dua faktor lain a.l politik dan keamanan.

Saat ini, Indonesia telah menjadi ekonomi terbesar ke-16 di dunia, dan masih bertumbuh sebanyak 5%-6% setiap tahun.

Indonesia juga akan mendapatkan pertumbuhan jumlah tenaga kerja usia produktif dalam satu dekade mendatang.

Namun, Tigor mengingatkan banyak hal yang menghalangi laju perekonomian Indonesia seperti infrastruktur, sumber daya manusia dan pengelolaan subsidi bahan bakar minyak (BBM).

“Setiap tahun ada sekitar 5,6 juta anak-anak yang masuk ke sekolah dasar, tapi, hanya sekitar 2,3 juta yang tamat dari SMA. Tanpa perubahan yang nyata, Indonesia akan memiliki 3,3 juta unskilled workers tambahan dalam kurun waktu 10 tahun,” kata Tigor.

Menurutnya, dana sekitar Rp350 triliun per tahun yang dikeluarkan negara untuk subsidi BBM seharusnya dapat digunakan untuk hal yang lebih penting seperti pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan.

Sementara itu, Johanna Chua, Head of Asia-Pacific Economic and Market Analysis, Citigroup Global Market Asia, juga mengatakan perubahan terhadap kebijakan subsidi BBM merupakan sesuatu yang harus dilakukan dan tidak bisa dihindari.

Johanna juga berpendapat bahwa ukuran pasar saat ini, potensi pertumbuhan pasar, dan keberadaan tenaga kerja murah masih menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan investasi yang menjanjikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini