Geger Pecinan: Kisah Perlawanan Masyarakat Tionghoa Atas Belanda

Bisnis.com,21 Jun 2014, 14:31 WIB
Penulis: Lili Sunardi
Ilustrasi: Cover Buku Geger Pecinan/gramediamatraman.wordpress.com

Bisnis.com, JAKARTA -- Sejumlah kejadian penting terkait sejarah terbentuknya Indonesia terjadi di Jakarta. Mulai dari proklamasi yang dibacakan Soekarno, hingga demonstrasi yang berhasil menggulingkan Soeharto yang telah 32 tahun menjadi Presiden Republik Indonesia.

Sebagai pusat pemerintah, Jakarta juga sempat mengalami masa-masa menegangkan. Mulai dari penculikan para Jenderal Tentara Nasional Indonesia (TNI), Malapetaka Lima Belas januari (Malari), hingga demonstrasi yang menewaskan beberapa mahasiswa pada 1998.

Jauh sebelum itu, ketegangan juga sempat melanda Jakarta saat masih menyandang nama Batavia. Pada Oktober 1740, masyarakat keturunan Tionghoa melakukan perlawanan terhadap penindasan yang terjadi kala itu, dan kemudian dikenal dengan Geger Pecinan atau Tragedi Angke.

Berbagai catatan sejarah memperkirakan sekurangnya 10.000 orang Tionghoa dibantai dalam insiden itu. Kekerasan itu pun kemudian memicu perang yang terjadi antara gabungan masyarakat Tionghoa dan Jakarta melawan Belanda.

Insiden itu sendiri dipicu oleh sikap represif pemerintahan Hindia Belanda, dan berkurangnya pendapatan mereka akibat harga gula yang sempat jatuh pada saat itu.

Bukannya mendinginkan suasana, Adriaan Valckenier, Gubernur Jenderal VOC saat itu malah memberikan statemen kerusuhan apa pun akan ditanggapi dengan kekerasan mematikan.

Pernyataan itu dikeluarkan setelah ratusan warga keturunan Tionghoa yang mayoritas bekerja menjadi buruh di pabrik gula membunuh 50 orang anggota pasukan Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda pun langsung mengirimkan pasukan tambahan, memberlakukan jam malam, dan mengambil semua senjata yang dimiliki warga keturunan Tionghoa.

Pasukan Belanda juga kemudian menyerang rumah orang Tionghoa dengan meriam, dan kekerasan itu dengan cepat menyebar ke seluruh wilayah Batavia. Akibatnya, banyak menelan korban jiwa.

Setelah beberapa minggu terjadi pertempuran kecil, pasukan Belanda menyerang markas Tionghoa di berbagai pabrik gula. Orang Tionghoa yang selamat kemudian mengungsi ke Bekasi.

Kekerasan tersebut memicu perang selama dua tahun antara gabungan masyarakat keturunan Tionghoa dan Jawa melawan pasukan Belanda.

Berita pembantaian itu pun nampaknya sampai ke Kerajaan Belanda, karena Valckenier dipanggil kembali ke Belanda untuk menjalani tuntutan atas keterlibatannya dalam pembantaian ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini