ALLAN NAIRN: Pengadilan Indonesia Sulit Jerat Jenderal Pelanggar HAM

Bisnis.com,02 Jul 2014, 11:36 WIB
Penulis: Rezza Aji Pratama

Bisnis.com, JAKARTA—Wartawan investigatif asal Amerika Serikat, Allan Nairn mengaku pesimistis pengadilan hukum di Indonesia bisa menjerat jenderal-jenderal Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang disinyalir telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu.

Dalam satu diskusi terbatas pada Selasa (1/7/2014), wartawan yang beberapa waktu lalu membuka hasil wawancaranya dengan salah satu calon presiden Prabowo Subianto ini menilai sistem hukum di Indonesia paling korup di antara negara-negara lain yang pernah dikunjunginya.

“Pengadilan untuk para jenderal ini saya pikir sulit terealisasi dalam waktu dekat,” ujarnya.

Dalam diskusi tersebut, Nairn menyebut beberapa jenderal yang disinyalir telah melakukan pembunuhan terhadap masyarakat sipil pada masa orde baru. Selain Prabowo yang dinilai terlibat dalam kasus pembantaian Santa Cruz di Timor Leste pada 1991, dia juga menuding Wiranto dan Hendropriyono sebagai jenderal yang bermasalah.

Dia juga menilai selama ini media di Indonesia cenderung abai terhadap kasus pelanggaran HAM di amsa lalu. Selain kasus penculikan aktivis pro demokrasi pada 1997-1998, nyaris tidak ada kasus lain yang disoroti. Padahal, Nairn menegaskan masih banyak kasus pelanggaran serupa yang harus diungkap ke publik.

Kendati pesimistis, jurnalis senior ini tetap menaruh harapan terhadap sistem hukum di Indonesia. Menurutnya aka nada orang-orang baik yang mengubah peradilan di Tanah Air. Menurutnya, peluang ini akan lebih besar jika Jokowi berhasil menjadi presiden.

Allan Nairn menceritakan, tahun lalu dia sempat diminta oleh Kejaksaan Agung  Guetemala untuk menjadi saksi atas kasus pembunuhan masyarakat sipil yang dilakukan oleh Jenderal Rios Montt saat memimpin negara tersebut pada 1982-1983.

Menurutnya, hal ini cukup mengejutkan bagi negara kecil seperti Guetemala yang berani mengungkap kejahatan mantan orang berpengaruh di negara tersebut. Gerakan rakyat dan peradilan yang bersih dinilai menjadi faktor yang memungkinkan terjadinya persidangan tersebut.

“Dengan dua faktor tersebut seharusnya Indonesia bisa mengikuti langkah Guetemala,” katanya.  

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rezza Aji Pratama
Terkini