Bisnis.com, JAKARTA—Bank Indonesia mengindikasikan akan terus mempertahankan perlambatan pertumbuhan kredit untuk menyeimbangkan transaksi berjalan yang mengalami defisit sejak kuartal IV/2011.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menilai realisasi penyaluran kredit sudah mendekati kondisi ideal 17% seperti yang disarankan bank sentral, sehingga ada keseimbangan dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang sudah mendekati 15%.
Dia mengatakan perbankan Indonesia pernah mengalami over kredit yang mencapai 25%, tertinggi dibandingkan dengan negara berkembang bahkan negara maju sekalipun, yang menyebabkan meningkatnya demand.
Namun peningkatkan demand itu tidak mampu dipenuhi oleh industri dalam negeri, sehingga pemerintah melakukan impor dalam jumlah besar. Dampaknya neraca transaksi berjalan menjadi defisit.
“Sekarang defisit transaksi berjalan sudah memasuki kuartal ke 11, tidak pantas kita [Indonesia] defisit begitu,” ujarnya seusai melakukan pencoblosan di Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (9/7/2014).
Menurutnya, strategi pengereman kredit mutlak dilakukan mengingat belum ada tanda-tanda penurunan defisit transaksi berjalan menuju ke arah berkesinambungan.
Dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan kredit selalu di atas 20%, yang tidak sebanding dengan penghimpunan DPK. Namun, tahun ini BI mengklaim kredit sudah mendekati posisi ideal 17%, sementara loan to deposit rasio (LDR) sudah turun menjadi 90%.
Perlambatan itu, katanya, masih akan dipertahankan, sembari didorong dengan stimulus fiskal oleh pemerintah, perbaikan sektor riil, dan reformasi struktural.
“Kita [Bank Indonesia] dalam posisi sekarang, akan terus dijaga. Posisi sekarang sudah mengarah ke inflasi yang lebih baik, dan transaksi berjalan yang lebih baik,” katanya.
Data uang beredar (M2) Bank Indonesia per Mei 2014 menunjukkan terjadi perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan yang hanya tumbuh 17,4% atau Rp3.428,4 triliun, melambat dibandingkan periode April yang masih 18,5% (yoy).
Perlambatan penyaluran tersebut terutama terjadi untuk jenis penggunaan modal kerja (KMK). Sepanjang Mei penyaluran kredit KMK tercatat Rp1.616,9 triliun, tumbuh 12,9%. Namun melambat dibandingkan periode April yang tumbuh 15,5%.
Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan KMK terjadi pada sektor industri pengolahan yang tumbuh hanya 16,4% atau tercatat Rp414,5 triliun dibandingkan bulan sebelumnya masih tumbuh 19,4%.
Kredit UMKM hanya tumbuh 13,8% melambat dari bulan sebelumnya 15,6%. Sementara pangsa pasar UMKM mencapai 25%,9% dari total kredit produktif. Sedangkan kredit properti relatif masih stabil dengan pertumbuhan 23,3% dengan total penyaluran kredit Rp500,2 triliun.
Sementara itu, penyaluran KPR/KPA justru mengalami peningkatan pertumbuhan 25,0% pada Mei dengan total penyaluran kredit Rp301,5 triliun dibandingkan bulan April 20,8%. Dan kredit yang digunakan untuk pembiayaan ekspor tumbuh 23,4%, menurun dibandingkan bulan sebelumnya 27,6%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel