Pengetatan Moneter Bisa Berlangsung Lebih Panjang

Bisnis.com,18 Jul 2014, 20:55 WIB
Penulis: Sri Mas Sari

Bisnis.com, JAKARTA – Koreksi target defisit transaksi berjalan 2014 menjadi 3% terhadap produk domestik bruto memberi indikasi kebijakan pengetatan moneter akan berlangsung lebih panjang.

Ekonom PT Bank Tabungan Negara Tbk Agustinus Prasetyantoko mengatakan proyeksi Bank Indonesia yang lebih pesimistis itu mencerminkan perbaikan struktural tidak cukup signifikan kendati BI rate dinaikkan dan paket kebijakan pemerintah diluncurkan sejak medio tahun lalu.

Mencermati proyeksi transaksi berjalan kuartal II/2014 defisit US$9 miliar atau 4% terhadap PDB, Prasetyantoko memperkirakan performa tahun ini tidak akan jauh berbeda dengan tahun lalu.

Dia melihat persoalan yang krusial ada pada konsumsi BBM yang terus meningkat hingga tahun ini kendati pemerintah menaikkan harga tahun lalu. Masalah itu hanya dipecahkan dengan cara jangka pendek mengunci kuota BBM pada volume 46 juta kiloliter.

“Persoalan fundamental yang belum terselesaikan itu membuat BI hanya punya pilihan melanjutkan pengetatan moneter. Tidak tertutup kemungkinan sampai tahun depan,” katanya saat dihubungi, Jumat (18/7/2014).

Imbasnya, pertumbuhan ekonomi belum dapat terakselerasi tahun depan dari periode stabilisasi sepanjang 2013-2014.

BI semula memproyeksi defisit transaksi berjalan tahun ini akan menciut di bawah 3% terhadap PDB dari 3,3% tahun lalu.

Beberapa ekonom pun sempat memproyeksi dosis pengetatan moneter bisa dikurangi mulai paruh kedua tahun ini dengan asumsi paket kebijakan pemerintah efektif mengobati defisit transaksi berjalan.

Asumsi membaiknya transaksi berjalan itu tadinya diperkirakan mampu mengurangi risiko ketika bank sentral Amerika Serikat the Fed menaikkan suku bunga 2015 dari posisi ultrarendah saat ini 0%-0,25%.

“Belum sepertinya (BI rate diturunkan tahun depan). Peluangnya sempit,” kata ekonom Bank DBS Gundy Cahyadi.

Menurutnya, BI akan terus menjaga suku bunganya untuk mendukung stabilitas di pasar keuangan, apalagi ada kemungkinan penaikan suku bunga the Fed yang dapat memicu arus modal keluar.

“BI akan terus hati-hati dengan keadaan seperti ini,” ujarnya.

Selama setahun terakhir, bank sentral cenderung menganut rezim transaksi berjalan ketimbang target inflasi dalam menentukan kebijakan moneter.

Setelah menaikkan BI rate 75 basis poin dalam 2 bulan ke level 6,5% mengikuti inflasi akibat kenaikan harga BBM Juni 2013, bank sentral terus mengerek kenaikan suku bunga acuan akibat pelebaran defisit transaksi berjalan menjadi 4,4% terhadap PDB pada kuartal II/2013.

Dalam setahun, BI rate naik 175 bps menjadi 7,5%, posisi tertinggi sejak Mei 2009. Sejalan dengan itu, pertumbuhan ekonomi 2013 melambat menjadi 5,78% dan berlanjut ke kuartal I/2014 menjadi 5,21% (year on year).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini