Nilai Restitusi Bertambah, Penerimaan PPN Menyusut

Bisnis.com,31 Agt 2014, 20:10 WIB
Penulis: Ringkang Gumiwang
Salah satu kantor pelayanan pajak/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—Seiring dikenakannya pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap barang hasil pertanian, penerimaan pajak dari PPN berpotensi kian menyusut akibat tekanan restitusi dari bertambahnya jumlah pengusaha kena pajak.

Berdasarkan data Ditjen Pajak, realisasi penerimaan periode Januari-19 Agustus 2014 dari PPN dan PPnBM mencapai Rp229,44 triliun, naik 10% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp208,50 triliun. Adapun, kontribusinya terhadap total realisasi sebesar 44%.

Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengakui penerimaan PPN kian terkoreksi seiring dikenakannya PPN terhadap barang hasil pertanian, terutama sawit. Akan tetapi, dia berpendapat melambatnya penerimaan PPN lebih dikarenakan transaksi kegiatan ekonomi yang tengah melemah.

“Sekarang kan pajak masukan bisa dikreditkan, sehingga PPN menurun, karena nilai restitusinya nambah, terutama dalam hal ekspor. Tetapi, ada peluang pajak penghasilannya itu meningkat. Meskipun, sepertinya tidak sebanding,” ujarnya ketika dihubungi, Minggu (31/8/2014).

Seperti diketahui, pengenaan PPN terhadap barang hasil pertanian menyebabkan seluruh petani atau kelompok petani yang memiliki omzet per tahun di atas Rp4,8 miliar harus mendaftarkan diri sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

Selanjutnya, petani tersebut harus melaksanakan administrasi PPN antara lain melakukan pemungutan, pembayaran, dan pelaporan PPN, sekaligus dengan mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN untuk setiap masa pajak.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro menilai melambatnya pertumbuhan PPN lebih disebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi, termasuk konsumsi. “Jadi, bukan karena oleh hal-hal seperti keputusan Mahkamah Agung.”

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) membatalkan sejumlah pasal di PP No. 31/ 2007 yang menetapkan barang hasil pertanian yang dihasilkan dari usaha pertanian, perkebunan, dan kehutanan, sebagai barang yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

Keputusan MA itu ditetapkan 25 Februari 2014. Namun, salinan putusannya dikirim ke pihak pemohon dan termohon baru 22 April 2014. Dalam perkara ini, bertindak selaku pemohon adalah Kadin Indonesia yang melawan Presiden RI.

Peluang tambahan PPh
Sejalan dengan pengenaan PPN terhadap barang hasil pertanian, Fuad mengaku Ditjen Pajak justru mendapatkan informasi lebih akurat dari perusahaan CPO mengenai jumlah penjualan barang hasil pertanian, seperti tandan buah segar (TBS) kelapa sawit.

Menurutnya, Ditjen Pajak sulit menyisir potensi pajak dari pelaku usaha pertanian karena keterbatasan data penjualan produk pertanian. Bahkan, Fuad mengaku terdapat peluang kenaikan penerimaan pajak dari pajak penghasilan (PPh) dari sektor pertanian.

“Cuma saya belum bisa perkirakan potensinya, karena Direktorat yang menghitung potensi pajak belum selesai memperkirakan besaran dampak dari pengenaan PPN terhadap barang hasil pertanian itu,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ismail Fahmi
Terkini