KREDIT BERMASALAH: NPL UKM Bank Asing dan Campuran Stabil

Bisnis.com,03 Sep 2014, 17:45 WIB
Penulis: Destyananda Helen
Ilustrasi

Bisnis.comJAKARTA -- Strategi bisnis kelompok bank asing dan campuran kian moncer dalam membidik sektor usaha kecil dan menengah, mengingat pertumbuhan kredit yang melaju cepat, sedangkan non performing loan cenderung stabil dalam setahun terakhir.

Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juni 2014, kalangan bank asing dan campuran mencatatkan lonjakan pertumbuhan kredit ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencapai 49,61% dalam 12 bulan terakhir.

Pertumbuhan tersebut jauh melesat di atas kelompok bank lainnya. Kredit UMKM di bank persero, bank pembangunan daerah (BPD), dan bank swasta nasional hanya tumbuh masing-masing 9,6%, 16,22%, dan 11,37%.

Di sisi lain, meski bank asing dan campuran kian agresif di sektor UKM, kelompok ini berhasil mengerem laju non performing loan (NPL).

Rasio NPL kredit UMKM pada bank asing dan campuran hanya tumbuh 1 basis poin (bps) dari 1,80% pada Juni 2013 menjadi 1,81% di paruh pertama tahun ini.

Sementara, kelompok bank lain mencatatkan peningkatan NPL yang cukup signifikan.

BPD misalnya, mencatatkan kenaikan NPL UMKM mencapai 220 bps dari 6,7% pada Juni 2013 menjadi 6,9% di periode yang sama tahun ini.

Begitu pula NPL bank persero dan bank swasta nasional yang naik masing-masing 34 bps dan 40 bps.

President Director PT Bank DBS Indonesia Melvin Teo mengatakan perseroan memang berencana terus meningkatkan porsi kredit ke sektor UKM.

“Strategi kami bagaimana bisa memberikan nilai tambah ke debitur sehingga debitur bisa setia untuk jangka waktu lama,” ujar Melvin seperti dikutip dari Bisnis Indonesia edisi Rabu (3/9/2014).

Dalam kesempatan yang sama, Bank DBS Indonesia meluncurkan program Working Capital Advisory yang bertujuan memberikan ide dan pandangan bagi nasabah korporasi dan UKM untuk menghasilkan arus uang yang lebih baik.

Program yang diberikan secara gratis kepada nasabah ini diklaim menjadi yang pertama di dunia.

Melvin menjelaskan program ini mampu mengurangi biaya jasa perbankan secara signifikan dan membantu debitur mengelola bisnisnya.

Melvin menjelaskan dalam mengincar debitur UKM, perseroan tak membidik penambahan jumlah nasabah.

Dia menambahkan, Bank DBS Indonesia lebih berfokus membantu debitur dalam mengelola aset sehingga meningkatkan efektivitas produksi dan mengurangi masalah. “Untuk jangka panjang, bank juga yang untung.”

Melvin mengungkapkan porsi kredit ke sektor UKM di Bank DBS Indonesia hingga kini masih berada di bawah 5% dari keseluruhan pinjaman yang disalurkan.

Dia menuturkan posisi tersebut bisa naik hingga 20% pada 2018.

Melvin mengakui sektor UKM memiliki potensi risiko yang besar.

Namun, dia mengungkapkan Bank DBS Indonesia memiliki sistem seleksi yang ketat untuk para debitur baik dari pengecekan latar belakang usaha maupun secara industri.

Bank DBS sendiri mencatatkan NPL net sebesar 1,53% pada akhir paruh pertama 2014.

Sebelumnya, Chief Executive Officer Standard Chartered Bank Indonesia Shee Tse Koon mengatakan perseroan kini telah melayani banyak segmen termasuk ritel, korporasi, dan konsumer.

Dia mengungkapkan ke depannya, bank asing ini masih akan berfokus ke sektor-sektor tersebut.

“Indonesia merupakan pasar yang potensial, meski pertumbuhan ekonomi agak melambat, tapi [pertumbuhan ekonomi sekitar] 5% itu masih angka yang menarik,” kata dia.

Terpisah, Chief Economist Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan masih besarnya UMKM yang belum tersentuh layanan perbankan di Indonesia, membuat sektor ini mulai diincar.

“Tak hanya bank asing dan campuran, bank swasta yang sebagian besar sahamnya dimiliki investor asing pun mengincar segmen ini [UMKM],” jelas Destry. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini