UU PETERNAKAN: Peternak Sapi Minta Direvisi

Bisnis.com,03 Sep 2014, 18:26 WIB
Penulis: Adi Ginanjar Maulana & Dimas Waradhitya
Peternakan sapi/Antara

Bisnis.com,  BANDUNG—Untuk mewujudkan swasembada daging sapi pemerintah diminta merevisi Undang-undang No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Melalui revisi itu, maka arah kebijakan impor bibit sapi atau sapi dari berdasarkan negara (country base) menjadi berdasarkan zona (zona base).

Kalangan peternak mengkritik keputusan ini karena menganggap tidak ada hubungannya antara peningkatan produksi dengan perubahan haluan impor.

Sekretaris DPD Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Jawa Barat, Robi Agustiar mengingatkan pemerintah untuk memperhitungkan jarak dan ketersedian kapal.

"Ujung-ujungnya akan mempengaruhi harga daging sapi. Memangnya mendatangkan sapi dari Brasil akan lebih murah daripada mendatangkan sapi asal Australia," kata Robi kepad Bisnis, Rabu (3/9/2014).

Robi pun menilai kebijakan ini memiliki kelemahan dalam jaminan. Karena tidak semua sektor atau zona yang ditetapkan dapat menjamin sapi yang dibiakkan sehat dan tidak teridentifikasi penyakit.

Menurutnya, beberapa zona masih lemah dalam sistem pengawasan dan pendataan. Ia mencontohkan Indonesia yang tidak memiliki national live stock identification system seperti Australia.

"Sistem tersebut membuat setiap sapi yang baru lahir di Australia langsung terdaftar ke dalam data base dengan informasi yang sangat jelas," papar Robi.

Namun Robi mengakui di sisi lain kebijakan beleid tersebut memiliki beberapa kelebihan diantaranya harga tidak dikendalikan oleh satu negara pengimpor sapi.

"Dengan tidak adanya monopoli harga ketersedian dan permintaan akan menjadi lebih stabil," kata Robi.

Dinas Peternakan Jawa Barat menyatakan saat ini kurang lakunya sapi lokal di pasaran karena harganya relatif tinggi, sehingga pedagang lebih memilih sapi impor yang harganya tergolong lebih murah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ismail Fahmi
Terkini