Bisnis.com, JAKARTA—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengatur komposisi komisaris independen bagi lembaga jasa keuangan (LJK) yang teridentifikasi masuk dalam kategori konglomerasi keuangan.
Direktur Pengaturan Bank Umum OJK Trisnawati Gani mengatakan pihaknya akan menentukan jumlah minimum komisaris independen yang harus dipenuhi. Hal itu dilakukan agar porsi keterwakilan seimbang.
“Kalau di industri perbankan sebenarnya sudah ada aturan itu, tapi kami mau agar tata kelola lebih bagus,” katanya belum lama ini.
Dia menyebutkan saat ini OJK tengah meminta tanggapan publik atas draf peraturan tentang tata kelola terintegrasi bagi konglomerasi keuangan. Sebelumnya OJK sudah meminta tanggapan publik atas manajemen risiko konglomerasi keuangan. Rancangan aturan tersebut, kata Trisnawati, sudah masuk tahap finalisasi.
Dalam draf peraturan yang dipublikasikan melalui website resmi OJK disebutkan jumlah dan komposisi komisaris independen yang menjadi anggota komite tata kelola terintegrasi akan disesuaikan dengan kebutuhan serta efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas komite. Komposisinya juga akan memperhatikan keterwakilan masing-masing subsektor keuangan.
Pada Pasal 13 rancangan peraturan itu disebutkan komite tata kelola terintegrasi paling kurang terdiri dari seorang komisaris independen yang menjadi ketua, komisaris independen yang mewakili dan ditunjuk dari masing-masing LJK, seorang pihak independen yang dapat berasal dari pihak independen anggotata komite pada entitas utama serta anggota dewan pengawas syariah dari konglomerasi keuangan bagi LJK yang melakukan kegiatan di industri syariah.
Pasal 34 menyebutkan konglomerasi keuangan wajib memiliki pedoman yang memuat pengaturan jumlah minimal dan maksimal serta rangkap jabatan dewan komisaris dan direksi. Pasal 35 mewajibkan konglomerasi keuangan menyusun pedoman mengenai komisaris independen. Adapun Pasal 36 menyebutkan jumlah anggota dewan komisaris paling banyak sama dengan jumlah anggota direksi yang ditetapkan sesuai dengan kompleksitas LJK.
Berdasarkan identifikasi OJK sebanyak 31 LJK masuk dalam kategori konglomerasi keuangan. Mereka menguasai 70% dari total aset industri keuangan yang mencapai Rp5.300 triliun pada semester I/2014. Sejumlah BUMN yang masuk dalam kategori konglomerasi adalah Bank Mandiri Group, BNI Group, dan BRI Group.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia jumlah gaji dan tunjangan, bonus atau tantiem, imbalan kerja jangka panjang dewan komisaris, direksi, komite audit dan komite pemantau risiko dan good corporate governance, dewan pengawas syariah, serta senior executive vice president dan senior vice president di PT Bank Mandiri Tbk per 30 Juni 2014 mencapai Rp514,8 miliar. Pada periode yang sama tahun lalu jumlahnya hanya Rp432,9 miliar.
Jumlah gaji dan tunjangan, bonus atau tantiem, imbalan kerja jangka panjang dewan komisaris, direksi, komite audit serta executive vice president dan senior vice president di PT Bank Negara Indonesia Tbk per 30 Juni 2014 tercatat Rp215,5 miliar, lebih kecil dibandingkan periode yang sama pada 2013 yang tercatat Rp263,4 miliar.
Adapun di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk jumlah gaji dan tunjangan direksi untuk periode yang berakhir pada 30 Juni 2014 tercatat Rp25,9 miliar, dewan komisaris Rp11,3 miliar. Pada periode yang sama 2013 jumlahnya masing-masing tercatat Rp24,1 miliar dan Rp8,9 miliar.
Jumlah bonus, insentif dan tantiem direksi, dewan komisaris dan karyawan kunci BRI per 30 Juni 2014 tercatat sebesar Rp351,6 miliar, lebih besar dibandingkan posisi 30 Juni 2013 yang hanya mencapai Rp262,7 miliar.
Sektretaris Perusahaan BRI Budi Satria sebelumnya mengatakan bagi bank BUMN aturan tentang konglomerasi cukup strategis. Pihaknya berharap pemerintah dapat mempertimbangkan pengurangan dividend payout ratio agar pihaknya lebih leluasa memupuk permodalan. BRI telah membagikan dividen sebesar Rp 6,35 triliun untuk tahun buku 2013 atau 30% dari laba bersih mereka pada periode yang sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel