Investasi Timpang Gerus Kualitas Pertumbuham

Bisnis.com,14 Okt 2014, 00:29 WIB
Penulis: Ardhanareswari AHP
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTAKetimpangan laju pertumbuhan antara konsumsi swasta dan investasi yang kian menganga menandakan kebutuhan impor yang semakin besar dan berpotensi menggerus kualitas pertumbuhan ekonomi.

"Indikasi  pertumbuhan investasi  perekonomian stabil dan sehat," ungkap Kepala Lembaga Penyelidikan Masyarakat dan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) I Kadek Dian Sutrisna, Senin (13/10/2014).

Kesenjangan antara 2 elemen itu tercermin dalam pergerakan faktor-faktor pembentuk produk domestik bruto (PDB), paling tidak dalam 2 tahun terakhir. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sejak 2012 hingga kuartal II/2014 pertumbuhan konsumsi swasta relatif stagnan pada kisaran 5,1%-5,7%.

Sebaliknya, pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto tercatat melambat tajam menjadi 4,5% pada kuartal II/2014. Padahal pada kuartal I/2012 pertumbuhannya melonjak ke level 12,3%.

Sepanjang kuartal II/2012 misalnya, investasi tumbuh melampaui konsumsi. Pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto mencapai 12,3% sedangkan konsumsi tak bergerak banyak di kisaran 5,2%. Saat itu pertumbuhan produk domestik bruto melonjak ke level 6,4%.

Kadek menambahkan ketimpangan ini juga berujung pada performa neraca perdagangan. Kalau konsumsi tetap tetapi investasi melambat artinya ada kebutuhan produk yang tidak bisa dipenuhi dari dalam negeri. Harusnya inflasi meningkat, tapi ini inflasi stabil berarti ada impor untuk memenuhinya, katanya.

Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan inflasi terjaga pada level 4,53% per September 2014. Adapun sepanjang Januari-Agustus 2014 nilai neraca perdagangan Indonesia menorehkan defisit US$1,41 miliar.

Sebuah penelitian dari LPEM FEUI, tutur Kadek, menunjukkan paling tidak ada 3 faktor yang memicu perlambatan investasi dalam negeri. Pertama, ketidakstabilan kondisi makro ekonomi; keduacost financingyang tinggi karena tingkat suku bunga yang melambung, dan terakhir, kondisi infrastruktur yang tak kunjung membaik.

Hal senada juga diungkapkan peneliti dari Universitas Indonesia Athor Subroto. Menurutnya dengan kondisi demikian akan sulit mengejar target pertumbuhan ekonomi. Apalagi jika pemerintah baru nanti tak bergerak cepat target pertumbuhan sebesar 5,8% menjadi terlampau muluk. Kalau begini kita bisa jadi pasar saja, ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Martin Sihombing
Terkini