Bisnis.com, JAKARTA -- Regulasi yang mengatur jaminan kesehatan nasional (JKN) dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dinilai tidak akan mengalami perubahan meskipun kalangan pekerja mendesak adanya revisi.
Aturan Jaminan Kesehatan tertuang dalam UU No. 40/2004 tentang SJSN dan diturunkan dalam Peraturan Presiden No. 111/2013 tentang Perubahaan atas Perpres no 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam regulasi tersebut diatur persentase iuran yang harus dibayar oleh pekerja dan pengusaha terkait pelayanan jaminan kesehatan. Mulai tahun depan pekerja akan mengiur 1% dari pendapatan tidak kena pajak (PTKP) dan pemberi kerja 4% untuk dana jaminan kesehatan.
Namun kalangan pekerja meminta agar beban 1% tersebut seharusnya ditangung oleh pemerintah, sebagai salah satu bentuk upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Artinya harus ada perubahan Perpres agar pemerintah memiliki kekuatan hukum dalam menanggung beban para pekerja tersebut. Namun usulan tersebut dinilai banyak kalangan tidak akan terealisasi.
"Kemungkinannya kecil, karena itu sama saja memberikan subsidi sementara beban subsidi kita besar. Kemampuan fiskal juga harus dipertimbangkan," kata mantan Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti kepada Bisnis, Kamis (23/10/2014).
Menurut Ali, dalam program jaminan kesehatan tersebut pemerintah sudah menanggung iuran untuk masyarakat miskin di Tanah Air. Meskipun revisi bisa saja dilakukan, sambungnya, namun peluang untuk itu sangat kecil.
Hal senada dikatakan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Timoer Sutanto yang menilai bahwa usulan untuk merubah aturan tersebut tidak mungkin dilakukan. Menurutnya, tidak mungkin pemerintah atau perusahaan menanggung sepenuhnya jaminan kesehatan para pekerja.
Pemerintah, imbuhnya, hanya bertanggungjawab jika ada masalah dalam pendanaan BPJS Kesehatan. Misalnya jika jaminan belum bisa sepenuhnya ditanggung oleh pekerja dan pengusaha dalam jangka waktu tertentu, maka negara bisa melakukan intervensi.
"Jadi hanya itu fungsi negara. Di negara lain seperti China juga sistemnya seperti itu. Pemerintah akan sharing jika ada masalah di program terkait," kata Timboel.
Sementara itu, Koordinatr BPJS Watch Timboel Siregar menilai Presiden Jokowi tidak bisa merubah Perpres tanpa melakukan revisi terhadap UU SJSN itu sendiri. Sebab dalam UU tersebut telah diatur bahwa sistem iuran dalam jaminan kesehatan bersifat gotong royong.
Jika pemerintah menanggung beban pekerja, sambungnya, artinyabeban pemerintah semakin besar dan para pekerja tersebut masuk ke dalam kategori masyarakat miskin, bukan pekerja formal.
"Perpres itu mengamanatkan nilainya, tapi kewajiban membayar ada di UU SJSN. UU SJSN mewajibkan pekerja dan pengusaha yang mengiur, artinya ini konsep gotong royong."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel