Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas moneter dinilai terlalu gegabah merespon kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi dengan ikut menaikan suku bunga acuan menjadi 7,75%.
Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih mengatakan Bank Indonesia terlalu reaktif dan pada akhirnya ‘mengorbankan’ pertumbuhan ekonomi nasional yang hingga kuartal III/2014 menunjukkan tren perlambatan.
“Ada ekspektasi [BI Rate] naik, tapi ini terlalu terburu-buru, padahal inflasinya masih cukup aman. Pertumbuhan ekonomi 2015 pun juga semakin tidak bisa melesat,” ungkapnya, Selasa (18/11/2014).
Dalam keterangan singkat Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro – saat Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi—, pemerintah memprediksi inflasi akhir tahun berada di level 7,3% dan masih berdampak pada dua bulan awal tahun depan.
Menurut Lana, respon BI akan kembali memperlambat laju kredit yang pada akhirnya akan memukul industri manufaktur nasional.
Seperti diketahui, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang diadakan mendadak --setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga bbm bersubsidi -- telah diputuskan untuk menambah dosis pengetatan moneter dengan meingkatkan BI Rate sebesar 25 basis poin. Langkah tersebut, menurut BI dilakukan untuk memperkuat bauran kebijakan dalam merespon kebijakan reformasi subsidi BBM yang ditempuh Pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel