Bisnis.com, JAKARTA--PT Bank OCBC NISP Tbk mulai menghitung ulang dampak-dampak yang muncul setelah pemerintah melakukan reformasi subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) dan biaya-biaya yang ditimbulkan akibat kebijakan tersebut.
"Memang banyak hal yang harus dicermati, termasuk dampak kenaikan biaya-biaya seperti BBM, upah minimum rata-rata dan listrik," tutur Presiden Direktur Bank OCBC NISP Parwati Surjaudaja, Rabu (26/11/2014).
Di tengah melemahnya harga komoditas andalan Indonesia, Parwati menilai sektor perdagangan dan manufaktur merupakan sektor yang prospektif. Menurutnya, kondisi politik dan ekonomi yang kondusif menjadi pendukung untuk meningkatkan bisnis perbankan di Indonesia.
Hingga September 2014, pertumbuhan kredit Bank OCBC NISP tercatat hanya sebesar 9% secara year on year menjadi Rp66,6 triliun dari posisi Rp 61 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dari jumlah itu kredit modal kerja memiliki pangsa sebesar 42%, sedangkan sisanya berupa kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing sebesar 40% dan 18%.
Sementara itu, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) Bank OCBC NISP mencatatkan pertumbuhan sebesar 26% y-o-y atau setara dengan nominal sebesar Rp79,5 trilliun pada September 2014 dari Rp62,9 triliun pada periode yang sama lalu. Kondisi itu menyebabkan rasio intermediasi (loan to deposit Ratio/LDR) pada triwulan III/2014 berada pada level 83,6%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel