Bisnis.com, JAKARTA – Jangan sampai lebih besar pasak daripada tiang. Prinsip tersebut juga berlaku bagi pengelolaan utang luar negeri Indonesia.
Dalam pengelolaan keuangan, dikenal istilah debt to service ratio (DSR), alias rasio utang terhadap pendapatan. DSR, dalam konteks ini, berarti jumlah beban pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri jangka panjang yang dibagi dengan jumlah penerimaan ekspor.
Rasio DSR mencerminkan kemampuan sebuah negara untuk menyelesaikan kewajibannya membayar utang. Jika rasio DSR semakin besar, maka berarti beban utang yang ditanggung semakin besar.
Data dari Bank Indonesia menunjukkan rasio DSR pada akhir September 2014 mencapai 46,16%, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi pada akhir Juni 2013 sebesar 44,29%.
Rasio DSR meningkat karena jumlah utang terus tumbuh ketika penerimaan dari ekspor menurun. Untuk memperbaiki rasio DSR, perlu dilakukan akselerasi peningkatan ekspor untuk meningkatkan pendapatan.
Pembayaran utang luar negeri swasta dilakukan melalui tiga cara, yakni melalui loan agreement (LA), surat berharga (securities), dan utang dagang (trace credit). Aliran uang keluar dalam pembayaran utang ini dikenal dengan istilah debt service payment (DSP).
Pada perkembangannya, pembayaran utang luar negeri swasta lebih banyak dilakukan melalui skema utang datang yang bersifat jangka pendek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel