Industri TPT Jateng Diprediksi Tumbuh 5%

Bisnis.com,03 Des 2014, 21:00 WIB
Penulis: Muhammad Khamdi
Salah satu pabrik TPT di Jateng. Diprediksi tumbuh 5%/Bisnis

Bisnis.com, SEMARANG—Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Tengah memprediksi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) bakal tumbuh 5% pada 2015 karena banyaknya relokasi perusahaan dari Jabodetabek ke wilayah ini.

Wakil Ketua Umum API Jateng Liliek Setiawan mengatakan industri TPT di wilayah ini menjadi komoditas unggulan untuk pasar ekspor dan domestik. Belakang terakhir, katanya, tren pelaku usaha TPT mulai beralih untuk mencari lokasi dengan upah buruh lebih murah dari upah minimum regional (UMR) Jabodetabek.

“Wilayah yang menjadi incaran investor adalah Jawa Tengah. Makanya kami prediksi tumbuh 5%,” paparnya dalam Outlook Ekonomi, Meneropong Ekonomi Jawa Tengah 2015 oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan Bisnis, Rabu (3/12/2014).

Iwan Setiawan Lukminto, Direktur Utama PT. Sritex Tbk. mengatakan kondisi perstektilan di Indonesia pada tahun depan diprediksi stabil seiring dengan perekonomian dunia. Menurutnya, pengusaha menginginkan adanya keterpaduan baik dari otoritas perbankan, pengusaha dan masyarakat.

“Supaya semuanya terpadu. Sekarang ini yang dibutuhkan kecepatan,” ujarnya.

Seperti diketahui, salah satu industri pengolahan utama di Jateng adalah industri TPT. Hingga triwulan III/2014, kinerja industri tekstil tumbuh meningkat didorong perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang menjadi negara mitra dagang utama industri tekstil. Selain itu, berdasar liaison terdapat pengalihan permintaan terkait dengan ketidakpastian politik di Thailand dan semakin tingginya biaya tenaga kerja di Tiongkok.

Meski memiliki prospek yang baik, namun industri tekstil ini menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, terkait dengan penyediaan bahan baku yang sebagian besar masih dipenuhi melalui impor. Sementara, penjualannya tidak seluruhnya disalurkan dengan ekspor.

Hal ini menyebabkan industri ini rentan terhadap risiko nilai tukar. Tantangan kedua, terkait persaingan pasar dengan industri sejenis di regional, seperti dengan Vietnam yang upah manufakturnya lebih rendah. Upah yang rendah ini berdampak pada biaya produksi dan harga jual terutama untuk produk masal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ismail Fahmi
Terkini