DPRD DKI Kritisi Postur Anggaran

Bisnis.com,11 Des 2014, 10:36 WIB
Penulis: Duwi Setiya Ariyanti
Bendera raksasa dikibarkan di Monas/Beritajakarta.com
Bisnis.com, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengkritisi postur anggaran yang tercatat dalam kebijakan umum anggaran dan plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) 2015.
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Triwisaksana mengatakan dari segi nominalnya, KUA-PPAS 2015 terlampau tinggi yaitu Rp76,9 triliun. Dia menganggap anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun sebelumnya yang senilai Rp72,9 triliun saja tak mampu terserap secara optimal. Belum lagi, soal target penerimaan yang tak tercapai karena masih kurang Rp12 triliun dan proyeksi sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) senilai Rp6 triliun. Padahal, hingga saat ini penyerapan masih di bawah 50%.
"Banyak yang bersuara keras kenapa APBD 2015 dibuat besar-besar padahal di 2014 ternyata Pemprov enggak mampu mencapai target," ujarnya kepada Bisnis usai pembahasan KUA-PPAS di Gedung DPRD, Rabu (10/12/2014).
Hal yang juga dikritisi anggota dewan yakni alokasi penyertaan modal pemerintah (PMP) Rp11,3 triliun. Dalam KUA-PPAS, delapan BUMD yang tercatat mendapat aliran PMP, yaitu PT Mass Rapid Transit Jakarta mendapat Rp4,6 triliun, PT Transportasi Jakarta mengantongi Rp2 triliun, Bank DKI Rp1,5 triliun, PD Pasar Jaya mendapat Rp1,08 triliun, PT Pengelola Air Limbah (PAL) Jaya Rp570 miliar, PT Jakarta Propertindo Rp550 miliar, PT Jakarta Tourisindo mendapat Rp500 miliar, dan PT Pembangunan Jaya Ancol mendapat Rp500 miliar.
Menurutnya, penggunaan PMP belum dijelaskan secara detail. Rencana bisnis masing-masing badan usaha milik daerah (BUMD), katanya, harus dijabarkan peruntukkannya. Salah satu yang dipertanyakan ialah rencana Pemprov mengalirkan PMP kepada emiten berkode PJAA, PD Pasar Jaya dan PT Jakpro. Dia khawatir jika BUMD DKI tak siap mendapat amanah dan melaksanakan tugas.
"Ini kan mesti dievaluasi terlebih dahulu jangan sampai business plan-nya ada tapi kenyataannya enggak terealisasi," tuturnya.
Rencana pembangunan moda transportasi berbasis rel--light rail transit (LRT), kata politisi Partai Keadilan Sejahtera ini, pun masih belum konkret. Asal pendanaan dan skema pengelolaannya masih belum jelas. Hal demikian yang membuat para legislator mempertanyakan program ini. Termasuk, subsidi dan tarif yang dibebankan kepada penumpang.
"Jangan sampai defisit antara operasionalnya karena udah dianggarkan. Makanya dikritisi oleh DPRD," tambahnya.
Anggota Banggar DPRD DKI Steven Setiabudi Musa menuturkan PMP harus ditilik lagi tujuannya. Pasalnya, dia menilai beberapa BUMD yang mendapat alokasi PMP tenyata memiliki kemampuan yang mumpuni untuk berjalan tanpa kucuran dana Pemprov. Sebagai contoh, dia menyebut PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Jakpro dan PD Pasar Jaya yang diproyeksikan menerima PMP.
"Kan mereka [BUMD itu] ada keuntungan sendiri. Buat apa PMP kan," katanya.
Sementara, jika PMP dikucurkan kepada Bank DKI dia menilai hal ini sah-sah saja. Pasalnya, sesuai dengan rencana pengembangan BUMD di bidang perbankan itu. Sedangkan untuk BUMD lain, sambungnya, perlu dipikirkan lagi. Jangan sampai, tegasnya, PMP hanya menjadi cara agar penyerapan anggaran terkerek. Dengan demikian agar penjelasan lebih lengkap, pada kesempatan berikutnya akan turut diundang para Direktur Utama BUMD.
"Jangan dijadikan sebagai alasan untuk sim salabim agar penyerapan anggaran jadi lebih banyak," ucapnya.
 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: News Editor
Terkini