OJK Ingatkan Tren Rasio Kredit Macet di Sumbar

Bisnis.com,14 Des 2014, 15:45 WIB
Penulis: Heri Faisal
Ilustrasi penyaluran kredit. OJK ingatkan terjadi tren rasio kredit macet di Sumbar/Bisnis

Bisnis.com,  PADANG—Otoritas Jasa Keuangan mengingatkan perbankan untuk mewaspadai tren peningkatan rasio kredit macet di sejumlah sektor penyaluran kredit korporasi di Sumatra Barat.

Bob Haspian, Pengawas Bank Senior OJK Perwakilan Sumbar mengatakan sejumlah sektor kredit korporasi di daerah tersebut menunjukkan tren peningkatan rasio kredit bermasalah atau (non performing loan/NPL), hingga melewati ambang batas regulator.

“Trennya meningkat, kami wanti-wanti perbankan untuk mewaspadai peningkatan itu. Jangan sampai melewati batas yang ditetapkan OJK,” katanya kepada Bisnis, Minggu (14/12/2014).

Menurutnya, peningkatan rasio kredit bermasalah itu berdampak buruk terhadap kinerja bank jika tidak segera diantisipasi, karena menggerus laba.

Data Kajian Ekonomi dan Kawasan Regional (KEKR) Sumbar triwulan III/2014 yang dipublikasikan Bank Indonesia mencatatkan NPL kredit sektor korporasi meningkat 4,6%, sementara triwulan sebelumnya hanya 4,4%.

Peningkatan itu, kata Bob, perlu menjadi perhatian serius perbankan agar tetap terjaga pada level aman. Naiknya NPL hampir di semua sektor korporasi, mendorong peningkatan NPL secara keseluruhan.

Terutama sektor perdagangan hotel dan restoran (PHR) yang sudah melewati ambang batas 5% sesuai kebijakan regulator.    

Pada triwulan ketiga tahun ini, rasio kredit bermasalah sektorPHR di Sumbar sudah menyentuh angka 5,1%. Peningkatan NPL juga terjadi untuk sektor pertanian yang naik menjadi 4,6%. Namun secara keseluruhan rasio kredit macet perbankan Sumbar masih tercatat 3%.

Menurutnya, NPL sektor PHR perlu mendapatkan perhatian lebih agar tidak mengganggu ketahanan sektor korporasi, mengingat porsi kredit sektor itu merupakan yang paling besar dari total penyaluran kredit di daerah tersebut.

Kontribusi kredit sektor PHR terhadap total penyaluran kredit mencapai 27,4% atau yang tertinggi di Sumbar. Sampai triwulan ketiga penyaluran kredit sektor tersebut tumbuh 12% atau Rp11,35 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp10,14 triliun.

Direktur Pemasaran dan Syariah Bank Nagari Indra Wediana mengakui tingkat rasio kredit bermasalah mengalami tren peningkatan sejalan dengan melemahnya harga komoditas petani seperti karet dan CPO.

Pelemahan harga itu berdampak terhadap menurunnya daya beli masyarakat, terutama di daerah yang mayoritas mengandalkan sektor pertanian dan perkebunan.

“Kami memang mengerem laju penyaluran kredit, karena tekanan yang besar di industri perbankan,” katanya.

Dia menyebutkan porsi penyaluran kredit produktif bank milik pemda itu mayoritas untuk sektor pertanian, dan PHR yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ismail Fahmi
Terkini